Selasa, 27 Juli 2010

Hal - Hal Utama Dalam Menjalin Cinta

Semua orang mendambakan cinta yang terjalin akan indah berseri sepanjang masa. Namun kehangatan api cinta bisa padam, keindahan pesona cinta bisa memudar dan hilang. Oleh karena itu diperlukan pemahaman dan usaha untuk menyalakan api cinta dan mempertahankan keindahan cinta.


KASIH SAYANG adalah esensi dari cinta yang murni. Idealnya adalah keseimbangan dalam memberi dan menerima kasih sayang. Belajarlah untuk menyayangi kekasihmu seperti kamu menyayangi dirimu sendiri. Nyatakanlah kasih sayangmu padanya dengan perhatian, bersikap pengertian, bicara dengan kata-kata yang manis, menghidangkan makanan atau minuman kesukaannya, dsb. Jangan sedih dan kecewa kalo' kekasihmu tampak belum sungguh-sungguh menyayangimu. Jangan berhenti menyayanginya, karena cepat atau lambat dia akan merespon kasih sayangmu dengan kasih sayangnya yang murni.

KEPERCAYAAN adalah ungkapan cinta yang mendalam. Rasa saling percaya adalah iklim yang ideal bagi tumbuhnya benih-benih cinta. Sebaliknya, kurangnya rasa percaya merupakan hama yang bisa merusak bunga-bunga cinta dengan kesalahpahaman, kecemburuan dan kekhawatiran. Tambahkanlah terus kepercayaanmu padanya, dan berusahalah agar kepercayaannya padamu juga semakin bulat.

KETULUSAN
cinta keluar dari hati nurani yang bersih. Hubungan cinta yang tulus akan ditandai dengan keterus-terangan, keterbukaan dan kejujuran. Tidak ada yang ditutup-tutupi, tidak ada kepura-puraan, tidak ada rekayasa dan tidak ada maksud-maksud terselubung. Betapa rapuhnya cinta yang terjalin tanpa ketulusan.

PERSAHABATAN adalah kebutuhan mutlak dalam suatu jalinan cinta. Cinta bukanlah cinta bila tanpa persahabatan. Sebagai sahabat yang baik, kamu akan menjadi teman bicara, teman bercanda, teman bermain, teman diskusi, teman dikala suka dan duka. Sebagai sahabat, kamu tidak akan menggurui, mengatur, mengekang dan membuatnya takut. Berusahalah untuk menjadi sahabat yang baik dan menyenangkan agar dia merasa lebih nyaman dan bahagia.


KOMUNIKASI adalah jembatan yang bisa menyatukan dua hati dan dua pikiran. Komunikasi yang baik harus bersifat dua arah, tidak ada yang terlalu banyak bicara dan tidak ada yang terlalu banyak diam. Komunikasi yang baik tidak hanya sekedar bicara, tapi juga mendengar dengan telinga dan hati. Komunikasi yang terbuka akan membuat hubungan lebih akrab, dapat mencegah kesalahpahaman dan memudahkan penyelesaian konflik Tanpa komunikasi yang baik, sulit untuk mempertahankan keindahan suatu jalinan cinta. Jadi, peliharalah jalur komunikasi yang lancar dan jangan biarkan tersumbat.

KESETIAAN
mencerminkan kekuatan karakter. Mudah sekali mengucapkan janji setia, namun terkadang sulit untuk menjalaninya karena banyak sekali godaan yang bisa menggoyahkan kesetiaan. Tapi dalam keadaan apapun kesetiaan harus dijaga, sebab tidak mungkin mempertahankan keindahan cinta tanpa kesetiaan. Manusiawi sekali waktu kamu mengagumi dan menyukai orang lain yang sangat menarik, namun kesetiaan akan mencegah kamu mengkhianati kekasihmu dengan cara apapun. Kesetiaan juga akan diuji oleh situasi dan kondisi yang buruk. Kesetiaan akan memilih untuk tetap mencintainya ketika dia sakit, ketika dia tidak berdaya, atau ketika dia tidak menarik lagi secara fisik.

RASA HORMAT adalah bagian yang tak terpisahkan dari kasih sayang. Kalo' kamu saling menyayangi, maka kamu akan saling menghormati. Rasa hormat akan memagari keakraban dan keintimanmu agar tidak melanggar hak pribadi yang masih dimiliki oleh sepasang kekasih. Rasa hormat akan membuat kamu menghargai privasinya, menghargai pendapatnya, menghargai keyakinannya dan manghargai dirinya sebagai seorang pribadi yang penting. Kalo' kamu menghormati kekasihmu, kamu akan menjaga kehormatan dan harga dirinya.

*** Alasan Jatuh Cinta ***

Yakin dech, bahkan berani tarohan kalo' cinta ngga' pernah pandang strata, bahkan kita suka lupakan logika. Buat pacar, sahabat dan kerabat dekat, cinta itu putih. Kita ngga' bisa menggunakan angka-angka untuk urusan hati. Pahit, manis, asem, asin, semua terasa legit di lidah, kalo' sudah berurusan dengan yang namanya cinta. Pernah ngga' kamu tiba-tiba berkeringat dingin, jantung berdebar-debar, mata ngga' sanggup melihat lawan bicara, bahkan wajahpun bersemu merah, karena malu. Yup ! itu tandanya kamu sudah jatuh cinta.

" Jika cinta memanggilmu, ikutilah walau jalan berliku " Sepotong karya sastra dari Kahlil Gibran ini, mengingatkan kita bahwa semua orang didunia ngga' akan luput dari proses jatuh cinta. Semua orang akan menemukan 'N melewatinya. Potensi itu sebenarnya sudah ada sejak seseorang dilahirkan. Maka jangan heran kalo' adikmu yang masih Preschool bilang kalo' ia suka ama temannya. Hanya saja, potensi itu bakal keliatan banget saat usiamu memasuki pubertas. dalam psikologi perkembangan, masa ini dibilang sebagai masa peralihan dari kanak-kanak ke remaja. Yach ... itulah cinta, abstrak tapi dapat membuat segala sesuatu terasa lebih indah dan bermakna. Love Is Like Wind, We Cannot See It But We Can Feel It ...

Cinta pada lawan jenis. Asyiiik ! Boleh dong sekarang kita merindukan seseorang ? Berandai-andai, kapan dia datang menjemput, makan berduaan and jalan bareng. Buat kamu yang lagi jatuh hati, artikel ini cocok banget buat kamu cermati. Kita belajar bareng mengenal lebih dekat soal cinta. Kita bisa mengenali cinta, mendeteksi dari mana asalnya, bagaimana menyatakannya, sampai di mana tempat yang paling tepat buat nyatain cinta. Cinta boleh milik siapa aja, kapan aja dan dimana aja. Kalo' dipikir-pikir aneh ya. Kenapa sih kita manusia, bisa jatuh cinta. Ada bermacam-macam alasan. So' Keep On Going ... *Denita

Kata-kata Mutiara Cinta

Cinta yang tak pernah habis untuk dibicarakan, entah berapa ribu bahkan jutaan kata-kata mutiara tentang cinta untuk diucapkan, direnungkan, dikhayalkan, namun belum tentu bisa direalisasikan. Entahlah, cinta memang aneh dan bisa diungkapkan dengan kata-kata mutiara cinta sesuai dengan situasi dan kondisi. Kumpulan kata-kata mutiara cinta dibawah ini mungkin bisa memberi inspirasi bagi anda untuk mengungkapkan betapa dalam cinta anda pada si dia.

Cinta sebenarnya tidak buta. Cinta adalah sesuatu yang murni, luhur dan diperlukan.
Yang buta adalah bila cinta itu menguasai dirimu tanpa suatu pertimbangan.

Bukan laut namanya jika airnya tidak berombak, bukan cinta namanya jika perasaan tidak pernah terluka,
bukan kekasih namanya jika hatinya tidak pernah merasa rindu dan cemburu.

Cinta bukanlah dari kata-kata tetapi dari segumpal keinginan diberi pada hati yang memerlukan.
Tangisan juga bukanlah pengobat cinta karena ia tidak mengerti perjalanan hati nurani.

Kejarlah cita-cita sebelum cinta, apabila tercapainya cita-cita maka dengan sendirinya cinta itu akan hadir.

Cinta seringkali akan lari bila kita mencari, tetapi cinta jua seringkali dibiarkan pergi bila ia menghampiri.

Cinta pertama adalah kenangan, Cinta kedua adalah pelajaran, dan cinta yang seterusnya adalah satu keperluan
karena hidup tanpa cinta bagaikan masakan tanpa garam. Karena itu jagalah cinta yang dianugerahkan itu
sebaik-baiknya agar ia terus mekar dan wangi sepanjang musim.

Kecewa bercinta bukan berarti dunia sudah berakhir. Masa depan yang cerah berdasarkan pada masa lalu
yang telah dilupakan. Kamu tidak dapat melangkah dengan baik dalam kehidupan kamu
sampai kamu melupakan kegagalan kamu dan rasa kekecewaan itu.

Hanya diperlukan waktu semenit untuk menafsir seseorang, sejam untuk menyukai seseorang dan
sehari untuk mencintai seseorang, tetapi diperlukan waktu seumur hidup untuk melupakan seseorang.

Hidup tanpa cinta sepeeti makanan tanpa garam. Oleh karena itu, kejarlah cinta seperti kau mengejar waktu dan apabila kau sudah mendapat cinta itu, jagalah ia seperti kau menjaga dirimu. Sesungguhnya cinta itu karunia Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam sebuah percintaan, janganlah kamu sesali perpisahan tetapi sesalilah pertemuan.
Karena tanpa pertemua tidak akan ada perpisahan. Menikahlah dengan orang yang lebih mencintai diri kita
daripada kita mencintai diri orang itu. Itu lebih baik daripada menikahi orang yang kita cintai tetapi tidak menyintai
diri kita karena adalah lebih mudah mengubah pendirian diri sendiri daripada mengubah pendirian orang lain.

Cinta yang suci dapat dilihat dari pengorbanan seseorang, bukanlah dari pemberian semata.

Ibaratkalah kehilangan cinta itu seumpama hilangnya cincin permata di lautan luas yang tiada bertepi dan harus dilupakan.

Cinta tidak selalu bersama jodoh, tapi jodoh selalu bersama cinta.

Kata pujangga ; Cinta letaknya di hati, meskipun tersembunyi, namun getarannya jelas sekali. Ia mampu mempengaruhi fikiran sekaligus mengendalikan tindakan kita sehingga kadangkala kita melakukan hal terbodoh tanpa kita sadari.

Cinta dimulai dengan senyuman, tuumbuh dengan dekapan dan seringkali berakhir dengan air mata.

MUTIARA CINTA ...

Jika kita mencintai seseorang, kita akan senantiasa mendo'akannya walaupun dia tidak berada disisi kita.

Tuhan memberikan kita dua kaki untuk berjalan, dua tangan untuk memegang, dua telinga untuk mendengar dan dua mata untuk melihat. Tetapi mengapa Tuhan hanya menganugerahkan sekeping hati pada kita ? Karena Tuhan telah memberikan sekeping lagi hati pada seseorang untuk kita mencarinya. Itulah Cinta ...

Jangan sesekali mengucapkan selamat tinggal jika kamu masih mau mencoba. Jangan sesekali menyerah jika kamu masih merasa sanggup. Jangan sesekali mengatakan kamu tidak mencintainya lagi, jika kamu masih tidak dapat melupakannya.

Cinta datang kepada orang yang masih mempunyai harapan, walaupun mereka telah dikecewakan. Kepada mereka yang masih percaya, walaupun mereka telah dikhianati. Kepada mereka yang masih ingin mencintai, walaupun mereka telah disakiti sebelumnya dan Kepada mereka yang mempunyai keberanian dan keyakinan untuk membangunkan kembali kepercayaan.

Jangan simpan kata-kata cinta pada orang yang tersayang sehingga dia meninggal dunia lantaran akhirnya kamu terpaksa catatkan kata-kata cinta itu pada pusaranya. Sebaliknya ucapkan kata-kata cinta yang tersimpan dibenakmu itu sekarang selagi ada hayatnya.

Mungkin Tuhan menginginkan kita bertemu dan bercinta dengan orang yang salah sebelum bertemu dengan orang yang tepat, kita harus mengerti bagaimana berterimakasih atas karunia tersebut.

Cinta dapat mengubah pahit menjadi manis, debu beralih emas, keruh menjadi bening, sakit menjadi sembuh,
penjara menjadi telaga, derita menjadi nikmat dan kemarahan menjadi rahmat.

Sungguh menyakitkan mencintai seseorang yang tidak mencintaimu, tetapi lebih menyakitkan adalah
mencintai seseorang dan kamu tidak pernah memiliki keberanian untuk menyatakan cintamu kepadanya.

Seandainya kamu ingin mencintai atau memiliki hati seorang gadis, ibaratkanlah seperti menyunting sekuntum mawar merah. Kadangkala kamu mencium harum mawar tersebut, tetapi kadangkala kamu terasa bisa duri mawar itu menusuk jari.

Hal yang menyedihkan dalam hidup adalah ketika kamu bertemu seseorang yang sangat berarti bagimu, hanya untuk menemukan bahwa pada akhirnya menjadi tidak berarti dan kamu harus membiarkannya pergi.

Kadangkala kamu tidak menghargai orang yang mencintai kamu sepenuh hati, sehingga kamu kehilangannya.
Pada saat itu, tiada guna penyesalan karena perginya tanpa berkata lagi.

Cintailah seseorang itu atas dasar siapa dia sekarang dan bukan siapa dia sebelumnya.
Kisah silam tidak perlu diungkit lagi, kiranya kamu benar-benar mencintainya setulus hati.

Hati-hati dengan cinta, karena cinta juga dapat membuat orang sehat menjadi sakit, orang gemuk menjadi kurus, orang normal menjadi gila, orang kaya menjadi miskin, raja menjadi budak, jika cintanya itu disambut oleh para pecinta PALSU.

Kemungkinan apa yang kamu sayangi atau cintai tersimpan keburukan didalamnya dan kemungkinan
apa yang kamu benci tersimpan kebaikan didalamnya.

Cinta kepada harta artinya bakhil, cinta kepada perempuan artinya alam, cinta kepada diri artinya bijaksana,
cinta kepada mati artinya hidup dan cinta kepada Tuhan artinya Takwa.

Lemparkan seorang yang bahagia dalam bercinta kedalam laut, pasti ia akan membawa seekor ikan.
Lemparkan pula seorang yang gagal dalam bercinta ke dalam gudang roti, pasti ia akan mati kelaparan.

Seandainya kamu dapat berbicara dalam semua bahasa manusia dan alam, tetapi tidak mempunyai
perasaan cinta dan kasih, dirimu tak ubah seperti gong yang bergaung atau sekedar canang yang gemericing.

Cinta adalah keabadian ... dan kenangan adalah hal terindah yang pernah dimiliki.

Siapapun pandai menghayati cinta, tapi tak seorangpun pandai menilai cinta karena cinta bukanlah suatu
objek yang bisa dilihat oleh kasat mata, sebaliknya cinta hanya dapat dirasakan melalui hati dan perasaan.

Cinta mampu melunakkan besi, menghancurkan batu, membangkitkan yang mati dan
meniupkan kehidupan padanya serta membuat budak menjadi pemimpin. Inilah dahsyatnya cinta.

Cinta sebenarnya adalah membiarkan orang yang kamu cintai menjadi dirinya sendiri dan tidak merubahnya menjadi
gambaran yang kamu inginkan. Jika tidak, kamu hanya mencintai pantulan diri sendiri yang kamu temukan didalam dirinya.

Kamu tidak akan pernah tahu bila kamu akan jatuh cinta. Namun apabila sampai saatnya itu,
raihlah dengan kedua tanganmu dan jangan biarkan dia pergi dengan sejuta rasa tanda tanya dihatinya.

Cinta bukanlah kata murah dan lumrah dituturkan dari mulut kemulut tetapi cinta adalah
anugerah Tuhan yang indah dan suci jika manusia dapat menilai kesuciannya.

Bercinta memang mudah, untuk dicintai juga memang mudah. Tapi untuk dicintai oleh orang yang kita cintai
itulah yang sukar diperoleh.

Jika saja kehadiran cinta sekedar untuk mengecewakan, lebih baik cinta itu tak pernah hadir.

Sabtu, 24 Juli 2010

Ajarkan Aku Tertawa

Ya Allah,
Sejak terlahir dalam cemas puas tercapai
Sehabis menelan minuman anggur kebohongan,
sehabis senggama dengan kemunafikan,
sehabis terbakar kalbuku
selalu tersisa sedih terdalam
Berbulan-bulan ini aku meringkuk dalam batas waktu
menguntit bayang hitam semu
dan sujudkupun gemetar
menenggelamkan diri dalam sepenuh rahasia
Selalu, selalu tersisa sedih di wilayah jiwa
tak terbatas sukma, memanggangku sunyi hampa
siapa gerangan pengobat duka,
dan di mana gerangan wajah tertawa rahasia

Ya Allah,
Sejak terlepas dari cengkeraman berbisa
aku hanya membisu
selama itu pula aku lupa cara menggerakkan bibir
Kau tak kurang-kurangnya mengunjungiku
bersama cahaya Nur-Mu
namun setiap saat sekujur tubuh ini renta
dan ruh kesunyianku tersungkur, menggeliat

Ya Allah,
Terlalu melimpah kesedihan mengalir
membuat hidupku roboh, luar biasa tumbangnya
ketika surya tepat di atas,
aku tergugah untuk menghalau prasangka
meninggalkan bayangan kesedihan,
mengulum-ulum duka,
dan aku tergugah, dahsyat sekali
Keheningan malam berlarut
tibalah pada puncak semesta
ketika fajar di pangkal keagungan-Mu,
aku telah tiba.

Tapi di manakah rahasia penawar kesedihan ?
Menyelinap di baying-bayang firman-Mu, aku mulai terbang menikmati garis hidup, menyisir masa lalu dan menggali keangkuhan karang menjulang.
Terbengong-bengong akhirnya
Banyak berharap padanya segumpal derajatku yang rendah
Aku tak bias berbicara lagi setinggi dan seindah panorama nirwana.
Ia telah tertawa, Ya Allah …. ia tertawa
Aku ingin tertawa seperti hal dia
tetapi aku tidak mencari di hamparan kerdil hatinya
Sebab aku mampu tertawa seribu kali dalam sehari, seperti halnya dia mampu mengakak dalam lintasan petualangan.

Rasa Ini

Ingin kucoba tuk tersenyum
Mengucap selamat berbahagia
Bukan tak rela namun tak mampu
Tak lagi berharap namun masih ada

Sejumput kenangan ini, takkan
begitu saja hilang
meski kau takkan lagi pernah datang
membawakanku seutas senyuman

indah…
juga lara…
sedih…
tapi mengerti…

Semoga detik demi detik, terus pergi
Membawakanku lagi seutas mimpi
Taman hati tuk kunaungi
bercerita, berbagi dan menghapus memori

asa…
juga realita
cinta…
juga duka

Selamat Datang Kembali Sayang

Angin syahdu mendendang senandung merdu
bait demi bait terlantun,
mekarkan kembang hidupkan taman.

Ini kisah gembira, tentang kembalinya sang Bayu nan
teduh;
Sang kawan sejati,
Sang teman sehati,
kala menatap Cinta.

Dinda, mengapa pergi demikian lama?
Tak tahukah engkau rindu tlah menggunung?

Kini engkau kembali, wahai putri jelita
Kini kerinduan tlah terobati,
Berganti gejolak yang tak kalah merisaukan;
Penantian akan Senyum yang kau tebar,
Senyum termanis dari jiwa yang Indah.

Dan,
Tanganpun terulur sambut semerbak kembang setaman;
“Mari dinda, warnai samudra dengan goresan pena.”

***”Karena itu, ajaklah perasaan menjunjung tinggi akal budi, meraih puncak-puncak getaran kebenaran sejati, keduanya mewujudkan sebuah simfony.”***[Kahlil Gibran]

Demi Cinta, Apapun Aku Lakukan

Doni memang penakut. Apalagi setelah Bi Halimah yang sedang hamil tua meninggal, rasa takutnya semakin menjadi-jadi. Ditambah lagi dengan Kang Badrun, calon legislatip (caleg) yang nggak kesampaian akhirnya gantung diri.

Saking takutnya, dia tidak berani tinggal sendiri di rumah. Padahal siang hari. Terlebih lagi di malam hari. Yang jengkel bukan orang tuanya, tapi Lusi, adiknya. Ibunya pergi ke Saudi jadi TKW. Sedangkan bapaknya kawin lagi, akibat kesepian dan tinggal dengan istri mudanya.

Ulah Doni memang menjengkelkan Lisa. Mau pipis saja, kalau malam harus diantar, ditongkrongin lagi. Lebih jengkel lagi sekarang, karena Doni mau sama Dona. Padahal Dona tinggal samping kuburan. Lisa membayangkan, pasti kalau mau apel harus diantar. Cape dech…

Meski banyak jengkel, Lisa selalu memenuhi keinginan Doni. Karena Doni-lah satu-satunya yang dimiliki. Selain itu, Doni juga juga nekad kalau keinginannya tidak dipenuhi. Dulu, waktu dia nggak dibelikan pisang jimluk kesukaannya, dia mogok makan. Seminggu ngurung dalam kamar, hingga akhirnya dia harus masuk rumah sakit.

Kini Doni pengen sama Dona. Kalau Dona tidak mau, tiang gantungan dan talinya sudah siap. Ngeri sekali Lusi bila itu terjadi. Karena itulah, Lisa berniat mencari Dona hingga ketemu dan mau minta tolong agar Dona mau sama Doni. Dari hasil nego, Dona sebenarnya mencintai Doni. Karena selain ganteng, Doni juga baik hati. Satu yang dia tidak suka, Doni itu penakut.

Karena itu, Dona benar-benar mau menerima Doni asalkan Doni menjadi pemberani. Maka disusunlah sebuah rencana, dimana Doni disuruh menunggu di satu tempat yang dirahasiakan, yaitu kuburan. Di sana Doni akan ditakut-takuti dengan berbagai adegan. Demi cinta pada Dona, Doni pasti mau.

Adegan tersebut adalah :

  1. Pohon pisang bergoyang
  2. Suara anjing menggonggong atau suara hatu seperti dalam film-film.
  3. Asap keluar dari kuburan
  4. Muncul hantu suster ngesot
  5. Muncul hantu korban Sumanto
  6. Muncul Bi Halimah sedang menggendong bayinya.
  7. Muncul Kang Badrun sedang kampanye partainya.

Pada saat saat rencana itu dijalankan. Doni sangat ketakutan. Tidak hanya terkencing-kencing juga keberosotan dan akhirnya pingsan, setelah melihat hantu Mang Barun yang sedang kampanye, namun kecewa dengan Doni yang tidak memilihnya, lalu mengancam akan membubuh Doni.

Lisa kaget bukan main dan menyalakna Dona. Terjadi pertengkaran. Akhirnya, Dona, Lisa dan kawan-kawannya membuka baju hantunya. Lisa berusaha membangunkan Doni. Namun bau pesing merasuki hindungnya, akibat air kencing dan bukur yang keluar dari lubang belakang. Doni siuman, melirik ke sekelilingnya. Baru saja sadar dia menjerit sambil gelagapan. Segera Lisa berusaha menyadarkan Doni. Setelah sadar, Lusi dan Dona menerangkan kejadian yang sebenarnya.

Akhirnya Doni menyadari keleliruannya selama ini. Dia nggak perlu takut hantu, karena hantu itu tidak ada. Ketakutan itu muncul dari dirinya sendiri. Jadi hantu itu bisa dibilang dirinya sendiri. Yang harus dilakukan bagaimana dirinya menghilangkan perasaan taku atau bayangan terhadap hantu. Doni akhirnya bangun, kemudia berjalan keluar panggung dengan kaki ngegang. SELESAI

Rayulah Aku Kau Kutendang

Jadi cowok jangan cengeng, tapi harus tegar. Jangan nangis hanya karena cewek, apalagi hingga ngurung sendiri di kamar. Menurut Arjuna, cewek itu ibarat pasir di pantai. Bukan hanya ribuan, tapi jutaan. Tinggal pilih saja. Dari sekian cewek, masa enggak satupun yang nyantol. Wah, itu sih keterlaluan. Bodoh namanya. Kalau enggak percaya, ikuti aku ke pantai. Biar kutunjukan caranya. Kucari, kurayu, kudapat. Gampang kan. Itulah sesumbar Arjuna. Tapi benarkah demikian. Mari kita ikuti ceritanya dalam Naskah Film Komedi Rayulah Aku, Kau Kutendang. Cerita ini dibuat berkat motivasi seorang sutradara komedi yang pernah memuji caraku membuat komedi dan menyarankan agar saya membuat naskah film komedi.

Judul ini merupakan salah episode dari Serial Arjuna Playboy Letoy. Naskah ini ditulis tahun awal tahun 2010 dan tak lama lagi akan terbit menjadi sebuah novel. Cinta langkah Seribu, Rayuan Malam Jum’at Kliwon dan Ramuan Cinta Dukun Sakti merupakan tiga episode lain dari serial tersebut. Pokoknya cerita komedi ini kocak banget. Inilah Cuplikan Cerita Rayulah Aku, Kau Kutendang.

Sebuah boat berlabuh di sebuah dermaga. Belasan cewek dan cowok berusia belasan tahun keluar. Segera mereka menuju sebuah saung. Setelah meletakan barang bawaannya, mereka beristirahat, duduk di tempat itu. Namun tidak dengan Arjuna. Istirahat tak penting baginya. Yang penting dia segera mendapatkan cewek. Beruntung sekali dia, baru saja menginjakan kaki di pantai, seorang cewek menghampirinya. Rupanya cewek itu sedang memburu bola. Dengan reflek, Arjuna memberikan bola itu. Lebih beruntung lagi, karena dia dapat lambaian tangan.

Lagi asyiknya melambaikan tangan, Ucok memanggilnya. Ketua rombongan itu meminta Arjuna untuk kumpul, merencanakan pembuatan tenda dan acara selama liburan di ini. Sambil melambaikan tangan, Arjuna mundur. Tanpa diketahuinya, seorang cewek lain duduk di atas pasir dengan seorang cowok. Kaki Arjuna tersandung dan jatuh. Memang tidak menindih Si Cewek itu, tapi menindih Si Cowok yang sedang telungkup, membuat cowok itu mengerang kesakitan.

Si Cewek marah besar. Makianpun keluar bagai majikan cerewet memarahi pembantunya. Selanjutnya dia melayangkan pukulan, mirip pukulan Chris Jhon. Pukulan itu tepat mengenai jidat. Namun aneh. Yang menjerit malah dia, bukan yang dipukul. Tangannya seperti membentur batu besar. Terang saja muka badak. Segemgam pasir segera dilemparkan. Lemparan itu tepat mengenai muka dan mata, membuat pandangan Arjuna menjadi gelap. Tak dengan itu, sebatang ranting langsung dipukulkan. Namun yang menjerit malahnya cowoknya. Terang saja, saat dipukul Si Cowok sedang mengangkat tubuhnya, Arjuna seperti menunggang kuda pacuan.

Itulah cerita awalnya. Selanjutnya cerita kocak yang lain menyusulnya. Tidak kurang dari tiga puluh adegan kocak, lengkap dengan dialog-dialognya yang juga tak kalah kocaknya. Pantai dan cewek menjadi latar belakang obyek seluruh ceritanya. Ditambah dengan obyek lain yang terdapat di pantai, seperti para pengunjung, bangunan, pohon kelapa, rumpun bunga, pasir, air laut dan bola serta obyek lainnya. Yang pasti cerita ini sangat kocak dari awal hingga akhir dan dapat mengundang tawa seluruh penonton. Kemudian penggarapannya tidak membutuhkan biaya yang mahal. Masih penasaran. Berikut cuplikan cerita yang lain.

Meski telah melewati sore dan malam, namun Arjuna tidak dapat membuktikan omongannya, malah semua berbuntut dengan sial. Berkali-kali Arjuna menjadi sasaran kemarahan cewek-cewek. Berkali juga dia kena damprat cowok-cowok dan pengunjung pantai lainnya. Apa daya, pikirnya. Teman sendiri juga jadilah. Yang penting selama liburan di pantai, dia dapat cewek sebagai kenangan dalam hidupnya. Siapa lagi kalau bukan Mona, cewek cantik yang sudah diincarnya. Namun dia tak pernah punya kesempatan. Namanya juga di sekolah, ada saja yang mengganggunya.

Di hamparan pasir putih, dia berdiri di belakang Mona. Laut yang membiru dan angin yang kencang serta perahu yang mendayu menjadi sarana baginya untuk mengeluarkan rayuannya. Mona tak beranjak dari tempatnya hingga Arjuna semakin gencar merayu, dengan segala kemampuannya. Namun Arjuna kecewa, ternyata yang dirayu itu bukan Mona. Tetapi seorang bencong yang kebetulan bentuk tubuh dan bajunya sama dengan Mona. Pelukan dan ciuman bibir merah bencong menjadi hadiah utamanya, membuat pipinya penuh dengan gincu merah bercap bibir. Tak jauh dari Arjuna, Mona dan teman-temannya tak dapat menahan tawa. (Usni Arie, Mei 2010).

Puasa Dapat Menyembuhkan Berbagai Macam Penyakit

Boleh percaya, boleh juga tidak. Tapi kalau aku sih percaya banget, kalau puasa dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Karena semua itu memang pernah terjadi dalam hidupku dan juga kehidupan orang-orang terdekatku. Jadi tak ada alasan sedikitpun bagiku untuk tidak berpuasa seharipun di Bulan Ramadhan nanti. Tentu saja bukan karena itu, aku berpuasa. Karena puasa memang sudah mejadi salah satu kewajibanku sebagai seorang muslim.

Ini cerita tentang orang terdekatku. Dua tahun setelah aku menikah, atau tahun 1990, mertua laki, kini sudah almarhum sakit asma. Kalau sudah kambuh, napasnya sesak. Jangankan dengan hindung, bernapas dengan mulut saja susah. Yang terlihat hanya gerakan tubuhnya. Mau ke dokter tak punya uang. Keuanganku saat itu masih kacau, hingga tak mampu membantunya. Akhirnya dia hanya pergi ke mantri suntik, dengan bayaran seadanya.

Karena tidak mendapat perawatan yang baik, maka mertuaku sering kambuh. Bahkan berkali-kali dia seperti sudah tak bernapas lagi. Beberapa anggota keluarga dan juga tetangga berkumpul di rumah. Banyak diantara mereka yang menduga umurnya tidak akan panjang, karena kondisinya saat itu. Namun karena belum saatnya, akhirnya mertuaku bisa bertahan dan terbebas dari penyakitnya.

Begitu seterusnya, penyakit itu sering kambuh. Apalagi mertuaku sering bangun malam, untuk mengaji dari jam dua hingga menjelang subuh. Tetapi entah mengapa, mertuaku mengambil sebuah keputusan, berpuasa. Kalau sembuh, dia akan puasa terus, begitu nadarnya. Hingga menjelang wafat dua tahun yang lalu, dia tetap berpuasa, hanya hari raya saja tidak.

Tahun 2007 lalu, istriku sakit maag. Kalau sudah kambuh, aku kasihan sekali. Dia selalu mengerang kesakitan. Kepalanya sering pusing. Perutnya juga sering mual-mual, mau muntah. Jangankan makan banyak, baru sedikit saja sudah keluar lagi. Berkali-kali berobat ke dokter, dengan obat tradisional, bahkan pernah dirawat, tapi tetap saja penyakit itu sering kambuh. Karena penyakit itu, badanya kurus sekali.

Tiba Bulan Ramadhan, dia bingung sekali. Mau puasa, takut penyakitnya kambuh. Tidak puasa, takut dosa, karena tidak menjalankan kewajibannya. Diapun minta pendapatku. Dengan pertimbangan kewajiban, aku sarankan untuk berpuasa. Apa yang terjadi berikutnya. Penyakit maagnya sembuh. Hingga sekarang, penyakit itu tidak pernah kambuh lagi. Semoga selamanya tidak datang lagi, termasuk penyakit yang lain.

Ini terjadi dalam hidupku. Tahun lalu aku sakit. Entah mengapa napasku sering sesak. Badanpun kadang panas, kadang dingin. Kata dokter, aku kecapean. Aku disarankan untuk istirahat. Dengan memakan obat darinya, ternyata penyakitku tidak sembuh. Akupun berobat ke beberapa dokter lain, tapi ternyata penyakit itu tidak sembuh juga. Demikian juga dengan obat kampung.

Untunglah salah seorang temanku menduga mungkin kamu kena panas dalam. Biasanya suka ada benjolan pada tenggorokan, saluran percernaan dan saluran lainnya. Panas dalam itu berawal dari makanan, sambungnya. Saat itupula, aku ingat pada mertua dan istriku. Akhirnya akupun mengikuti jejak keduanya. Dengan sepuluh hari puasa, ternyata penyakitku sembuh. Sejak saat itu, aku percaya seratus persen bahwa puasa dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Itupula yang sering aku sarankan kepada teman-temanku.

Selamat menunaikan ibadah puasa. Semoga kita dapat melaksanakannya dengan baik.

Surat Cinta Terakhir

Kasih boleh selalu mengalah pada Cinta, adik kesayangannya. Namun tidak dengan yang satu ini. Doni, cowok Kasih tidak mungkin diserahkannya. Dia sangat mencintai cowok yang dikenal sejak SMA dulu, demikian juga sebaliknya. Karena itu, cewek yang kini kuliah di Bandung tetap pada pendiriannya, apapun yang terjadi. Perasaan itu tidak bisa dibohongi, bisik hatinya.

Cinta tak menyerah begitu saja. Dia terus berusaha mendekati Doni dengan mencuri setiap kesempatan, terutama saat Doni datang ke rumah. Kasih yang tidak setiap hari ada di rumah marah besar. Pertengkaran tak bisa dihindarkan, hingga Cinta pingsan. Pak Adam dan istrinya bingung. Entah apa yang dilakukannya. Mereka sangat menyayangi kedua anaknya.

Meski Kasih marah besar, Cinta tetap pada pendiriannya. Dia harus mendapatkan setiap keinginanya. Entah apa yang ada dalam diri anak yang kini duduk di kelas 3 SMU ini. Kejadian serupa terjadi berulang-ulang dan berakibat Cinta pingsan. Pak Adam dan istrinya semakin bingung. Cinta akhirnya masuk rumah sakit. Sedangkan Kasih harus pergi ke Bandung.

Tanpa diketahui Kasih, ternyata Cinta menderita kangker otak. Umurnya hanya tersisa tiga bulan. Pak Adam dan istrinya sangat sedih, tidak rela rasanya ditinggal oleh anak yang sangat dikasihinya. Namun mereka juga tidak mau terus terang pada Kasih. Mereka tidak mau mengganggu perkuliahan Kasih. Terlebih lagi mereka harus tetap bersikap adil pada kedua anaknya.

Hingga tibalah pada saatnya. Cinta masuk rumah sakit. Betapa sedihnya saat anak keduanya itu mengerang kesakitan. Mereka berusaha menghibur dan mengatakan semua akan baik-baik saja. Namun Cinta sudah mengetahui penyakitnya dan hari itu menrupakan hari terakhirnya. Betul saja, hari itu memang hari terakhir bagi Cinta, meski dua orang dokter telah berusaha.

Kasih tak sempat melihat saat-saat terakhir hidup Cinta. Namun dia tak percaya kalau adiknya memang sudah pergi untuk selama-lamanya. Hanya sesal dalam hati. Andai saja dia tahu kalau Cinta mengidap penyakit itu, mungkin dia akan merelakan Doni. Kini hanya ada satu yang dipegangnya, sebuah surat dari Cinta. Surat terakhir, ya... surat terakhir dari Cinta.

Buat Kak Kasih

Saat kakak membaca surat ini, mungkin Cinta sudah tiada. Namun kakak tidak perlu sedih, karena masih ada mama dan papa. Cinta juga telah menginggalkan kenangan indah. Kenangan yang tidak mungkin dilupakan sepanjang hidup kakak. Canda, tawa, suka dan semua yang ada dalam diri Cinta akan menjadi obat disaat kakak merindukan Cinta.

Sebenarnya Cinta juga tidak mau perpisahan ini. Namun Tuhan berkehendak lain. Bukan karena Dia benci sama kakak, tapi karena Dia menyayangi Cinta. Dia tidak menghendaki Cinta menderita dengan menahan rasa sakit yang berkepanjangan. Cinta yakin, itulah jalan yang terbaik bagi Cinta. Karena Dia selalu memberikan yang terbaik bagi umatnya.

Kakak tidak perlu menyesal dengan semua yang telah dilakukan selama ini. Karena Cinta yakin kalau semua itu akan menjadi keinginan Cinta yang terakhir. Cinta ngerti kalau perasaan itu tidak bisa dibohongi. Cinta tahu kalau kakak sangat mencintai Kak Doni, demikian juga sebaliknya. Tak mungkin kakak akan menyerahkan Kak Doni sama Cinta.

Kakak juga tidak perlu minta maaf. Sebelum napas ini berakhir, Cinta sudah memaafkan kakak. Justru Cinta-lah yang harus minta maaf. Karena selama ini telah membuat kakak resah dengan meminta sesuatu yang tidak mungkin kakak berikan. Yang pasti kehadiran Cinta telah mengganggu hubungan kalian. Itulah kesalahan Cinta selama ini.

Kini Cinta telah pergi. Tentu tak akan ada lagi yang mengganggu hubungan kakak dengan Kak Doni. Tak akan ada lagi yang meminta Kak Doni sama kaka. Kak Doni akan menjadi milik kaka selamanya. Satu permintaan Cinta. Sayangilah Kak Doni. Karena Cinta yakin kalau Kak Doni itu orang baik. Cinta berdoa semoga cinta kakak abadi. Selamat tinggal, Kak.

Salam buat mama dan papa

Cinta

Naskah Cerita Remaja SMU - Nyanyian Rindu Untuk Anisa

Anisa, seorang siswa SMU lebih suka naik ojek, daripada harus duduk di belakang Darman. Selain suka mengganggunya, berandalan itu juga hampir menodai Mila, kakaknya. Namun semua itu terpaksa, karena dia pulang tepat magrib. Tukang ojek sudah tak nongkrong lagi di pangkalannya. Dengan perasaan takut, dia melaju di kegelapan malam. Ketakutan semakin memuncak ketika melewati sebuah gubug ditengah sawah, tempat dimana Mila hampir dinodai.

Ibunya sangat cemas. Kecemasan segera sirna saat pintu depan terbuka. Namun dia sangat terkejut ketika mendengar anak kesayangannya pulang dengan Darman. Latar belakang Darman, tentu saja itu yang menjadi penyebabnya. Dia ingatkan agar jika ada pelajaran tambahan, Anisa memberi tahu, hingga saat pulang bisa dijemput Kang Burhan, kakak iparnya atau Anisa sendiri yang akan membawa motor, hingga bisa pulang lebih cepat.

Keberhasilan Darman disampaikan kepada teman-temanya. Namun hal itu tidak dipercaya, hingga dia harus membuktikannya. Esok harinya niat itu dilakukan di hadapan teman-temannya. Saya Darman tak bisa membuktikan, Anisa lebih suka memilih tukang ojek. Tentu saja, kejadian itu membuat Darman kecewa. Dalam hati, dia berniat akan mencari berbagai cara, agar bisa menaklukan Anisa dan membuktikan kepada teman-temannya.

Sial bagi berandalan itu, karena saat itu Andi seorang mahasiswa datang. Andi telah memilih tempat itu sebagai lokasi penelitiannya, tentang analisa dampak lingkungan. Baru beberapa hari, cowok ganteng sudah dekat dengan Anisa, kebetulan Andi yang tingga di Rumah Ketua RT berdekatan dengan Rumah Anisa. Darman geram bukan main. Belum berhasil hati Anisa, sudah dapat saingan baru. Tentu saja situasi itu sangat berat bagi perjuangannya.

Berbagai cara dilakukan berandalan itu dengan teman-temannya. Aksi itu sangat mengganggu aktivitas Andi dan berkali nyawa Andi terancam. Namun Andi bukan orang sembarangan. Dia menghadapi dengan jantan, hingga aksi Darman selalu bisa dipatahkan. Hingga akhirnya Andi menghilang entah kemana. Dua hari kemudian seseorang mengabarkan bahwa Andi diculik. Tuduhan pertama penculikan itu tertuju pada Darman. Darman menjadi DPO polisi.

Nah itulah sebagain ringkasan ceritanya. Lalu benarkah Darman pelakunya, atau ada pihak lain yang sengaja menafaatkan keadaan. Dimakah Andi disekap dan apakah Andi bisa selamat. Bagaimana usaha aparat pemerintahan setempat menghadapi masalah ini. Berhasil kepolisisian menangkap sang pelaku. Cerita ini tak sampai disitu, karena judul naskah ini adalah Nyanyian Rindu.

Oom Genit

Oleh: Ika Maya Susanti

“Len, nanti pulang sekolah, temani aku ke mall, yuk! Mau cari kado buat adikku,” ajakku pada Leni, teman sebangku yang juga teman dekatku.

“Aduh, aku udah janji sama Mas Fandi. Sebetulnya nanti kami ke mall juga. Atau… bagaimana kalau bareng saja,” Leni justru ganti mengajakku.

Aku langsung menggeleng. “Ih, nggak enak banget kalau kayak begitu. Aku jadi obat nyamuknya dong!” seruku menolak.

“Ye… ya nggak lah. Yuk!”

Tapi sekali ini aku mengibaskan tangan tanda benar-benar tak ingin. “Nggak ah, nggak asik! Aku sendirian saja ntar,” aku lalu memilih pergi berlalu dari hadapan Leni.

Jujur, akhir-akhir ini aku memang sering kesal dengan Leni. Sejak ia dekat dengan Mas Fandy, yang ia akui jadi pacarnya sekarang, Leni jadi jarang punya waktu untuk bersama denganku. Memang, aku merasa kehilangan Leni sekarang ini! Bukannya tidak ada teman yang lain, sih. Namun, aku merasa sudah begitu klop saja dengan Leni.

Namun sebetulnya sejak awal, aku merasa agak janggal dengan hubungan Leni dan Mas Fandy. Umur Leni sekarang masih 14 tahun. Kami masih duduk di bangku SMP. Tapi Mas Fandy, menurutku ia adalah pria dewasa. Selain itu yang aku tahu, ia saja sudah bekerja di sebuah bank swasta. Bahkan yang pernah kudengar dari Leni, umur Mas Fandy itu saja sudah 25 tahun. Beda jauh banget kan?!

“Ya kan nggak salah Vik. Sosoknya dia itu dewasa! Jadinya aku ini merasa terlindungi,” Leni langsung selalu membela diri jika aku mengungkit-ungkit tentang Mas Fandy yang umurnya beda jauh dengan Leni.

Entahlah, aku memang heran sekali dengan Leni sahabatku itu. Apakah karena cinta buta, atau memang ia sudah tahu bagaimana caranya memilih pacar yang benar? Ah… Aku sungguh bingung!

Akhirnya sepulang sekolah, aku pergi ke mall tanpa teman. Namun, ah, mengapa sih dunia ini begitu kecil? Di mall tempat aku mencari kado untuk adikku, aku malah melihat Leni sedang bergelanyut manja dengan Mas Fandy. Namun, ouch, entah kenapa kok aku jadi merasa risih waktu melihat Leni kala itu!

Pakaian dan dandanan Leni terlihat begitu dewasa. Mungkin orang yang tidak mengenalnya akan menyangka Leni sudah berusia 20-an. Sudah begitu gaya pacarannya, astaga…!!! Kok bisa jadi seperti itu sih kamu, Len?

Aku langsung berpaling dan pergi menjauhi keberadaan Leni dan Mas Fandy. Aku tidak ingin mereka tahu kalau aku juga ada di sini. Selain itu, aku jadi kecewa dan sedih pada Leni waktu melihat ulahnya dengan Mas Fandy. Di tempat umum seperti ini, mengapa mereka bisa tidak risih untuk bercumbu seperti itu ya? Ah, mungkin besok aku harus mengingatkan Leni. Biar bagaimanapun, aku menyayangi Leni sebagai sahabat dekatku!

“Vika! Ternyata kamu ada di sini juga ya?” sapa Leni mengejutkanku dari belakang.

Dan saat aku berpaling, aduh… kenapa aku harus berpapasan dengan mereka juga sih?!

“Eh, hai Len. Hehe, nggak nyangka juga ya kalau kita jadi ketemu di sini,” ujarku kikuk.

“Iya nih! Eh iya, kamu belum pernah aku kenalkan langsung ke Mas Fandi kan? Mas, ini Vika. Itu lho, teman dekatku yang sering aku ceritakan itu,” Leni mencoba memerkenalkan aku.

“Hai Mas,” sapaku. “Aku sudah sering tahu Mas dari cerita Leni kok.”

“Oh ini yang namanya Vika,” Mas Fandy lalu mengulurkan tangan. Aneh, jabatan tangannya terasa janggal saat menyentuh tanganku. Belum lagi tatapan matanya yang justru membuatku jadi merasa risih sendiri. Seketika, aku langsung berusaha menarik tanganku dengan kuat dari jabatan tangan Mas Fandy.

“Gimana, sudah ketemu barang yang kamu cari, Vik?” Leni bertanya.

“Belum Len. Mungkin besok saja aku cari lagi di tempat lain. Di sini nggak ada yang cocok sepertinya,” elakku. Huh, kalau nggak gara-gara aku melihat ulah kalian di mall yang menurutku tidak mengenakkan untuk dilihat itu, mungkin aku tidak akan seperti orang linglung sekarang ini!

“Atau, bagaimana kalau kita cari di mall lain saja?” tawar Mas Fandy.

“Ah nggak deh, terimakasih. Besok saya cari lagi saja sendiri,” jawabku namun dengan nada yang agak tidak enak untuk didengar. Entah kenapa perasaanku jadi tidak nyaman dengan sosok Mas Fandy.

“Ya sudah, kita ke kafe dulu saja yuk! Kelihatannya kamu capek. Saya lihat wajahmu kok pucat begitu. Yuk!” Mas Fandy kini ganti mengajakku dan Leni untuk ke kafe.

“Kita dari tadi kan belum istirahat ya, sayang. Kita ke kafe dulu saja. Setuju kan?” tawar Mas Fandy kepada Leni.

Dalam hati aku menggerutu. Huh, wajahku pucat ini gara-gara pusing melihat ulah kalian! Namun, aku sudah kehilangan akal untuk mengelak dari ajakan Mas Fandy. Karena Leni setuju, mau tak mau akhirnya aku pun menuruti ajakan tersebut.

Sepanjang jalan menuju kafe, benar-benar aku berjalan sebagai obat nyamuk di tengah mereka. Atau becak barangkali ya? Habisnya, mereka berdua asik dan cuek dengan mesranya berjalan sambil berpelukan di depanku. Sedangkan aku, berjalan sendiri di belakang mereka.

Saat di kafe, Leni langsung pamit ingin ke toilet. Sialan, kenapa aku ditinggal dengan Mas Fandy?! Aku tak henti merutuk dalam hati dan jadi merasa tidak nyaman.

“Kalian ini katanya teman dekat, ya?” Mas Fandy mulai bertanya-tanya ramah.

Aku mengangguk seadanya.

Saat aku melirik ke arah Mas Fandy, aku baru sadar kalau ia sedang asik memerhatikanku.

“Wah wah wah, cewek SMP zaman sekarang cantik-cantik yah! Nggak seperti zaman saya dulu. Culun-culun!” komentarnya yang membuatku kebingungan. Maksud orang ini apa sih?

“Eh Vika, boleh minta nomor Hp kamu nggak? Siapa tahu ada temanku yang ingin kenalan juga,” kata Mas Fandy yang membuat aku langsung melotot.

“Ha?! Oh, maaf yah, saya nggak minat sama om-om!” jawabku sinis yang membuat wajah Mas Fandy langsung memerah.

“Halah, sok jual mahal kamu! Kata Leni, kamu belum punya pacar kan? Ck ck… kasihan! Heh, jadi jomblo itu nggak usah sok deh!” seru Mas Fandy mengejek.

Aku lalu membuang muka. Rasanya jadi jijik aku berhadapan dengan orang ini. Uh, Leni mana sih? Aku lalu melihat ke arah toilet mencari-cari sosok Leni.

“Vik,” panggil Mas Fandy sambil memegang tanganku yang membuatku langsung terkejut.

“Eh ini orang! Kurang ajar banget sih!” ujarku dengan nada tinggi.

Mas Fandy langsung melotot. “Kamu itu ya, jadi cewek, masih kecil, jangan belagu! Bisa-bisa nanti kamu jadi perawan tua, tahu!” ancam Mas Fandy yang membuat aku langsung berdiri.

“Dasar om-om genit!” makiku. Karena sudah tidak tahan, aku memilih untuk pergi. Biar saja, urusan Leni, aku nanti akan sms ke dia.

Sampai di rumah, aku memilih langsung membaringkan tubuhku dan tidur. Kepalaku terasa pening. Terlintas dalam benakku kelebatan tubuh Leni dan Mas Fandy, maki-makian Mas Fandy dan rayuannya. Perutku langsung mual!

Tak terasa, tidurku ternyata cukup lama. Aku baru terbangun ketika mendengar suara Hp milikku yang berbunyi kencang.

“Hah, sudah pukul 9 malam? Lama betul ternyata tidurku!” gumamku saat melihat ke arah jam.

Saat ku cek layar Hpku, ternyata ada beberapa sms dan miscall di sana. Aku langsung membuka sms-sms dari Leni.

“Hi Vik, td kmna aj?kok kmu prgi gt aj?!kta M Fandy kmu skit y?makany td prgi.sori,aku skit prut jd lma d toilet,” sms dari Leni.

Aku langsung membalas sms tersebut. “Iy Len,kplaku skit.mknya aq pulng dluan.sori td g pmit,” jawabku.

Lalu aku mengecek Hp kembali dan ternyata ada satu sms dengan nomor yang tidak aku kenal.

“Alo cwek judes tp mnis.Kok telp dr aq g diangkt2?Ni M Fandy.Sory y kl td aq dah ngmong g enak k kmu,” aku langsung melotot. Hah, untuk apa orang ini telepon aku berkali-kali?! Belum sempat aku mengecek berapa kali Mas Fandy mencoba meneleponku, Hp yang ada di tanganku itu tiba-tiba berbunyi.

“Mas Fandy? Untuk apa orang ini malam-malam telepon aku?” aku terkejut.

“Halo,” ujarku setelah menekan tanda terima telepon.

“Hai Vika. Kok lama banget teleponku baru diangkat. Kamu sedang apa? Ini Mas Fandy. Aku benar-benar minta maaf lho atas kejadian tadi sore,” cerocos Mas Fandy.

“Ada apa, Mas?” tanyaku dengan nada ketus.

“Ya nggak ada apa-apa. Eh, kamu jangan mulai lagi ketus seperti itu dong. Aku kan cuma mau kenal kamu saja.” Kali ini meski aku sudah ketus terhadapnya, ternyata ia agak lebih lunak dari sore tadi.

“Hem. Iya, terus sekarang ini telepon mau apa? Saya tadi sudah sms kok ke Leni. Terimakasih sudah beritahu ke Leni kalau saya sedang sakit,” ujarku dengan nada kaku.

“Nah, begitu dong. Ada ucapan terimakasih, ada imbalan terimakasih juga kan?” ujar Mas Fandy yang sungguh sulit kumengerti.

“Maksudnya apa?” ujarku kembali dengan nada ketus.

“Yah, kamu mau kan kalau besok aku ajak jalan?” jawab Mas Fandy di seberang sana yang membuat perutku tiba-tiba kembali terasa mual.

“Ini orang emang kurang ajar!” makiku sambil menutup pembicaraan dengan menekan tombol di Hp.

Aku langsung teringat Leni. Ah, sepertinya harus secepatnya aku bicara dengan Leni. Cowok yang dianggapnya sebagai pacar ini ternyata memang bukan cowok baik-baik!

Hp di tanganku bergetar. Aku lihat ternyata ada sms yang masuk di sana. Saat ku buka, aduh, oh Tuhan… kenapa lagi sih dengan orang ini!

“Kl kmu tolak ajakan q,kmu akan lhat hal mmalukan trjdi pd tmnmu itu!aq pnya fto2 Leni yg aduhai,lho!” ternyata Mas Fandy malah mengancamku.

Aku langsung menonaktifkan Hp. Sungguh, aku jadi khawatir dengan diriku sendiri. Aku juga jadi ingat Leni. Ah, apa yang sudah engkau lakukan Len dengan Mas Fandy? Namun di tengah kekhawatiranku, aku mencoba berpikir waras. Ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Sebelum hal buruk terjadi lebih parah pada Leni, aku, atau gadis yang lain, aku harus menghentikannya.

Kupandangi Hpku yang kini sudah dalam keadaan mati. “Ah, untung semua sms dari Mas Fandy tadi masih ada di Hpku. Aku harus melaporkan Mas Fandy ke polisi!” tekadku. Besok, semuanya ini harus berakhir!

Permusuhan Ninuk dengan Nyamuk

Oleh: Ika Maya Susanti

“Sejak gigitan pertama yang meninggalkan rasa sakit, gatal berkepanjangan, dan bekas yang terpaksa menjadi tato sementara pada kulitku, aku, Ninuk Kusuma Wardhani atau yang biasa dipanggil Ninuk, berikrar untuk tidak akan pernah mengenal kata damai pada KAU, NYAMUK!!!” Mata Ninuk melotot geram sambil mengedarkan pandangan ke segala penjuru ruangan berukuran tiga kali empat meter.

Usai berikrar, Ninuk kemudian mengikatkan kepalanya dengan seutas kain panjang yang membuat poni yang biasa digunakan untuk menutup jidat yang menurutnya seperti lapangan sepak bola itu tersingkap untuk sementara waktu. Aku lantas melihatnya mengambil sebuah raket listrik yang kemudian ia pegang erat-erat di tangan kanannya.

“Maafkan aku laptop dan segenap tugas kuliahku. Kalian harus kutinggalkan untuk sementara waktu demi aksi pengenyahan para GPK, Gerakan Pengacau Kekhusyukan ini! Karena jika tidak, hidupku tidak akan tenteram, damai, sejahtera, dan sentosa malam ini!”

Berjurus kilat petir menebas pohon kelapa, Ninuk pun lantas mengibaskan raketnya ke segala penjuru ruangan kamar kami berdua. Matanya nyalang bagai radar yang mampu mengetahui di mana saja arah nyamuk yang sedang terbang dengan gaya melambai santai hingga yang terbang bergaya meroket bak siluman nyamuk.

Herannya, mata Ninuk seakan selalu tahu di mana saja nyamuk yang sedang berterbangan hilir mudik. Sesekali, suara “Krip krip!” terdengar dari raket yang digenggam Ninuk berikut percikan kecil sebagai tanda adanya nyamuk yang berhasil tersetrum karena kurang gesit terbang menghindar.

Namun lebih naasnya lagi adalah jika terdengar bunyi letusan yang lebih mirip suara petasan kecil namun lumayan mengejutkan. “Tarrr!!!” demikian bunyinya dengan percikan kilatan yang menyerupai bunga api orang yang sedang mengelas besi. Kalau ada yang seperti itu, berarti tandanya Ninuk berhasil mendapatkan nyamuk besar dan gendut yang sarat akan cairan merah kehitam-hitaman. Cairan apalagi kalau bukan setetes kecil darah yang berhasil dicuri si nyamuk dari tubuh manusia.

Jika suara “Krip-krip!” yang terdengar, senyuman Ninuk akan menyudut kecil, berbeda lagi jika yang berbunyi adalah “Tarrr!” Tak hanya senyum kemenangan, bahkan tawa lebar berikut umpatan kebun binatang sampai gaya preman di jalanan bisa keluar dari bibir Ninuk yang terkenal berwatak halus budi pekertinya itu. Ya, Ninuk yang lemah lembut dan seakan tidak pernah mampu membunuh semut itu akan berubah menjadi pemburu berdarah dingin jika melihat sesosok nyamuk saja yang terbang melintasinya atau tertangkap radar telinganya.

“Sudah dapat berapa Nuk?” aku melirik ke arah Ninuk yang asyik dengan sebatang lidi melepaskan mayat-mayat nyamuk yang bersalah karena menggoda Ninuk hingga terpanggang dalam setruman raket listrik.

“Lumayan, 12 ekor! Tapi sepertinya ini masih ada yang ngiung-ngiung nih suaranya! Ngeganggu banget di kuping!” sesekali mata Ninuk beredar ke penjuru kamar mencari nyamuk yang sedang berseriosa di kupingnya.

“Terus Nuk, kamu kapan mau belajar kalau kayak begini terus? Besok kan kita sama-sama punya tugas statistik yang harus dikumpulkan. Belum lagi tugas Pengantas Ilmu Ekonomi,” aku menyela di tengah kekhusyukan Ninuk yang belum ingin menghentikan aksi gencatan raketnya dengan para nyamuk di kamar kami.

“Nggak bisa Tan! Ini adalah tugas wajib yang justru harus dikerjakan lebih dulu malam ini!” Ninuk mengabaikan peringatanku dan kembali mengibaskan raketnya ke sana ke mari.

Yah, itulah sekilas gambaranku saat ini dengan apa yang sedang terjadi di alam realitaku sekarang. Sejak sekamar kos dengan Ninuk yang paling alergi dengan nyamuk, hidupku kini jadi penuh warna warni dinamika hubungan perseteruan antara manusia dengan nyamuk. Fatalnya, kami tinggal di Surabaya yang sejak kejadian lumpur Lapindo, terasa makin panas dan nyamuk yang ada pun serasa makin urakan dan ganas.

Memang, Ninuk sahabatku itu sangat berbeda sekali dengan aku, atau mungkin kebanyakan manusia. Aku bisa bilang kebanyakan manusia karena pada umumnya manusia memang wajar menerima keberadaan nyamuk meski mereka tidak bersahabat. Sudah mengambil setetes darah, nyamuk juga hobi meninggalkan rasa gatal bercampur sakit pada kulit manusia.

Namun jika umumnya manusia hanya sekejap saja merasakan gatal dan sakit akibat gigitan nyamuk, berbeda dengan apa yang dialami oleh Ninuk atau mungkin sedikit orang yang ada di muka bumi ini. Rasa gatal dan perih bisa Ninuk rasakan berhari-hari. Belum lagi bekas gigitannya yang mulai dari berwujud bentolan merah besar jika nyamuk habis menggigit kulitnya hingga berangsur menjadi bintik merah. Konon kata Ninuk, gatalnya terasa minta ampun menggoda jarinya hingga ia harus giat menggaruk bekas gigitan itu. Bintik merah yang awalnya hampir tidak kelihatan itupun kemudian akan berubah menjadi luka akibat garukan kuku-kuku Ninuk. Dan jika sudah seperti itu, bekas hitam pun akan menyisa di kulit Ninuk. Berakhir tragis memang! Ninuk yang seharusnya bangga memiliki kulit halus mulus seperti kebanyakan cewek seusianya, harus memiliki kulit yang justru berbelang-belang hitam.

Pernah suatu ketika Ninuk berkonsultasi ke dokter spesialis kulit dan pulang dengan kekecewaan putus asa berkepanjangan. Setelah berkonsultasi dengan dokter tersebut, Ninuk justru disarankan untuk membeli sebuah lotion yang harganya lumayan wah. Meskipun konon katanya, lotion itu mampu menghilangkan bekas gigitan nyamuk yang berwarna bintik-bintik merah atau bekas garukan yang berwarna belang-belang hitam dalam hitungan hari. Tujuan Ninuk datang ke dokter spesialis kulit berharap bisa menjadi manusia normal yang tidak paranoid terhadap nyamuk untuk selamanya, harus kandas begitu saja!

Kebalikan dari Ninuk, aku justru memiliki kulit yang sangat kusyukuri kekebalannya terhadap nyamuk. Tidak bermasalah seperti kulit milik Ninuk. Bisa dibilang kulit badaklah! Jika nyamuk menggigit kulitku, aku cuma sedikit merasakan gatal dan selesailah sudah. Tidak ada rasa gatal campur pedih berkepanjangan atau bekas yang tertinggal lama di kulitku. Bahkan jika nyamuk menggigit kulitku, aku sering tidak merasakannya.

Aneh memang jika aku sedang bersama Ninuk atau jika kami sedang bersama beberapa orang lainnya. Ninuk justru kerap menjadi target idola utama gigitan nyamuk sedangkan tidak bagi aku dan mungkin orang lain yang sedang berada di sekitar kami. Jika sedang menyaksikan tivi misalnya di ruang tengah kos-an kami, Ninuk sering mendahului acara garuk menggaruk akibat digigit nyamuk. Sering pula aku ataupun yang lainnya jadi keheranan karena sementara tidak ada satupun nyamuk yang menggigit kami, Ninuk justru sudah sibuk sendirian mengusir nyamuk hingga acara heboh menggaruk-garuk karena merasa kegatalan akibat digigit nyamuk.

Nah, jika para cewek selalu dekat dengan yang namanya krim tabir surya, Ninuk justru tidak bisa lepas dengan yang namanya lotion anti nyamuk. Ke manapun dan di manapun, parfum yang tercium dari tubuh Ninuk cuma satu, parfum khas lotion anti nyamuk.

Naasnya, Ninuk sekamar dengan aku yang alergi dengan segala bau-bauan yang keluar dari obat anti nyamuk. Mulai dari semprotan spray, obat nyamuk bakar, obat nyamuk elektrik, sampai terkadang lotion anti nyamuk. Entah kenapa, sejak kecil, aku begitu anti dengan bau-bauan itu. Meskipun versinya obat anti nyamuk itu makin hari makin harum bak bau bunga aslinya, tetap saja, aku tidak tahan dan bahkan bisa muntah jika menciumnya. Beruntung aku tidak mengalami alergi dengan nyamuk seperti Ninuk sehingga tidak harus bersentuhan dengan barang-barang anti nyamuk seperti itu.

Sebagai wujud solidaritasnya, Ninuk akhirnya cuma memiliki sebuah modal untuk mengusir nyamuk jika kami berdua sedang berada di kamar. Apalagi kalau bukan raket elektrik andalannya yang sekali tebas, bisa mengenai nyamuk yang hobi terbang melayang-layang mencari mangsa. Raket ini memang cukup aman menurut kami berdua. Paling-paling, kami terkadang hanya sedikit terkejut jika nyamuk besar yang sempat kena, mengeluarkan bunyi letusan kecil dan bau gosong yang menguar akibat adanya nyamuk yang tersangkut raket dan terbakar gara-gara terkena sengatan listrik.

“Heah… heah… heah… Hei, heah… heah… ngapain sih dari tadi senyam senyum melulu sambil ngelihatin aku? Heah… heah… Bahagia ya melihat aku harus berjibaku membunuh nyamuk ke sana ke mari?” sembur Ninuk sambil sesekali ngos-ngosan karena kelelahan mengejar nyamuk ke segala penjuru sudut kamar. Rupanya ia merasa jika aku yang dari tadi asyik dengan laptopku sendiri, kurang memiliki rasa solidaritas terhadapnya.

“Ya habis mau bagaimana lagi? Raket listrik cuma satu. Aku nggak bisa bantu kami berburu nyamuk dong! Akhirnya ya… aku bantu doa saja dari dalam hatiku ini sambil duduk manis di sini ngeblog,” jawanku enteng.

Ninuk lalu menjatuhkan tubuhnya di sampingku. Nafasnya masih memburu, dan keringat pun bercucuran dari tubuhnya. “Aduh… sudah habis belum ya tu nyamuk?” gerutu Ninuk.

Baru sebentar saja suara keluhan Ninuk keluar, seekor nyamuk lewat di dekat kami dengan suara ejekan khasnya. Ninuk pun langsung bangkit dan memburu nyamuk yang mungkin berkata, “Hei hei… aku masih ada di sini lho! Ayo, tangkaplah aku, kau kugoda…”

Sesaat aku menghentikan aktivitas ngeblogku, sekilas mengamati keberadaan Ninuk, dan kembali meneruskan mengetik. Yah, sampai tulisan ini diketikkan, ternyata masih belum ada tanda-tanda kapan pertikaian antara Ninuk dengan para nyamuk akan berakhir!

“Oh nyamuk… kasihanilah Ninuk malam ini dan hari-hari berikutnya… Biarkanlah ia bisa merasakan hidup tenang seperti laiknya manusia pada umumnya…” doaku tulus terucap di bibir dari relung hati paling dalam sebagai sahabat Ninuk yang paling mengerti penderitaannya.

“Nuk,” panggilku dan Ninuk pun kemudian menoleh ke arahku, tampak tersenyum penuh rasa haru. “Lanjutkan perjuanganmu!” pesanku sambil mengepalkan tangan kanan memberi semangat kepada Ninuk dan kembali menekuni laptopku. Suara Ninuk lantas kudengar menjerit keki!

Riri atau Yiyi

Oleh: Ika Maya Susanti

“Perkenalkan, nama saya Yina Matha. Panggil saja Yiyi. Maaf, ejaannya dengan huruf…,” aku lalu membentuk huruf R dengan kedua tanganku.

Mataku menyapu ke arah teman-teman di kelas tingkat awal di SMA yang merupakan kelas baruku tersebut. Tampaknya, mereka mulai kebingungan dengan caraku memperkenalkan diri. Aku tersenyum lebar, bergegas mengambil spidol, dan menuliskan kata RIRI dan RINA MARTHA besar-besar di bidang white board.

“Ooo…” koor serempak dari seisi kelas mulai terdengar. Sedikit kasak kusuk pun sempat mampir di telingaku ketika aku kembali ke bangku tempatku duduk.

“Eh, dia cadel ya?”

“Iya, cantik sih anaknya. Tapi kok cadel ya? Hihihi…”

“Psst… keras banget sih ngomongnya! Kasihan, nanti dia dengar lho!” timpal yang lain.

Aku cuma tersenyum ringan. Buatku, apa yang baru saja aku alami di kelas baruku dalam sesi perkenalan siswa baru itu kini sudah bisa membuatku bereaksi biasa. Juga sudah sama biasanya ketika ada teman-teman yang mengolok-olok dengan terang-terangan. Sudah kebal deh sepertinya rasa kuping dan hatiku ini. Misalnya seperti ini nih dulu yang aku alami sewaktu SMP…

“Tayi, denga-denga kamu lagi pacayan sama Yadit ya?”

“Iih… kok ngomong jorok sih? Nama bagus-bagus Tari kok jadi dipanggil begitu?”

“Iya nih, udah gede kok masih cadel!”

“Coba diulang! Bilangnya begini nih, Tarri, dengarr-dengarr kamu lagi pacarran sama Rradit ya? Gitu dong bilangnya…” timpal temanku yang lain tak mau kalah mengolok-olok dengan menekankan setiap huruf R yang diucapkannya.

Kalau urusan diejek seperti itu, seperti ketika aku duduk di bangku SD atau SMP dulu, bisa dibilang aku sudah cukup kebal. Tapi ada masanya juga lho dulu kadang aku bisa nangis sejadi-jadinya kalau harus mendengar ejekan nggak mengenakkan dari teman-temanku yang kebanyakan lebih suka menertawakan kekuranganku daripada menerima kondisiku.

Pernah suatu ketika pas SMP, guruku sedang mengadakan audisi untuk mencari siapa di antara kami yang duduk di kelas dua waktu itu, yang bisa mewakili sekolah untuk mengikuti lomba puisi di tingkat daerah.

Pas guru bahasa Indonesiaku masuk ke dalam kelas, teman-teman sudah langsung mendahului dengan mengatakan seperti ini, “Wah, audisi ini kayaknya punya perkecualian nih! Rrirri… karrena kamu kan pastinya nggak bisa memenangkan audisi, lebih baik sekarrang, kamu menyaksikan kami saja deh yang akan ikut audisi. Gimana?” ujar seorang temanku dengan nada bercanda namun cukup menusuk hatiku.

Senyum tipis aku tunjukkan di antara tumpahan air yang berdesakan ingin keluar dari mataku. Ah, itulah setidaknya sedikit dari sekian pengalaman yang masih aku simpan kesan rasa sakitnya.

Dulu, jika ingat masa-masa sewaktu aku kecil, ketika umurku sudah menginjak empat tahun, aku atau orangtuaku masih bisa santai-santai saja ketika aku belum bisa melafalkan huruf R dengan jelas.

Tapi waktu aku sudah berumur tujuh tahun, saat orangtuaku mulai memasukkan aku ke SD, kepanikan kami pun mulai terjadi. Yang aku sempat rasakan, orangtuaku waktu itu agak malu dengan kekurangan putri satu-satunya itu.

Tapi seiring waktu, yang aku lupa tepatnya kapan, sepertinya mereka jadi sering mengikutsertakan aku ke berbagai kegiatan ini itu. Les menari, les melukis, les biola, sampai berbagai macam les lainnya yang aku sendiri sampai lupa. Habisnya, banyak banget lesnya!

Tentu saja dari sekian banyak les tersebut, orangtuaku tidak akan mengarahkan aku untuk ikut les yang mengandalkan kemampuan bicaraku. Les paduan suara atau les teater misalnya. Ya begitulah, karena aku cadel!

Meskipun akhirnya ada beberapa les yang aku tekuni, hingga membuat aku bisa menguasai beberapa keahlian, tetap saja aku sering minder.

Misalnya nih kalau sekolahku mengikutsertakan aku ke berbagai lomba atau acara, meski awalnya Pe-De, tetap saja kalau akhirnya ada urusan cuap-cuap, aku langsung ketakutan setengah mati. Rasanya takut sekali kalau sampai ada orang yang tahu aku cadel terus mengolok-olokku habis-habisan.

Ada lagi nih cerita yang menyedihkan yaitu ketika aku duduk di bangku SMP. Ceritanya, ada tetanggaku yang punya anak cewek sebayaku dan entah kenapa, ia selalu suka mengolok-olokku habis-habisan. Kebetulan, Nana, nama anak cewek itu, selalu bisa satu sekolah denganku. Dan dari dialah, orang-orang di seantero sekolah akhirnya selalu tahu kalau aku ini cadel. Kayaknya dia nggak puas banget deh kalau cuma orang sekelas saja atau beberapa orang saja yang tahu kalau aku ini cadel.

Usut punya usut, ternyata dia iri dengan beberapa kelebihan yang aku miliki. Anaknya sih sebetulnya cantik. Meski aku juga cantik, itu kata teman-teman lho! Tapi aku akui, tetanggaku ini memang sedikit lebih cantik dari aku.

Yah, apa mungkin nggak semua orang yang diberi kelebihan selalu mensyukurinya ya? Jadi ternyata menurut beberapa temanku, Nana itu selalu tidak terima ketika sekolah kami sering memilih aku untuk maju mewakili lomba atau acara ini itu di luar sekolah.

Oke deh, untuk urusan sering memberitahu ke seantero sekolah kalau aku itu cadel masih bisa aku terima. Hiks, meskipun rasanya kok tega banget sih! Tapi, pernah suatu ketika ia membeli seekor anjing yang kemudian diberi nama… Yiyi!

Ih, rasanya sengaja menghina banget kan nih orang?! Masa, ketika jalan-jalan di taman komplek, dia memanggil keras-keras nama anjingnya itu. “Yiyi… yiyi…”

Aku yang awalnya belum tahu kalau nama anjingnya itu Yiyi, kontan waktu itu menjawab dengan “Hai, ada apa…” Yah, aku pikir si tetangga ini memang sengaja memanggilku karena yang aku tahu, ia memang sering sengaja memanggilku yang kadang dengan maksud setengah mengejek, memanggilku dengan nama cadelku.

Tapi ketika aku sudah menyahut, eh… dengan enaknya ia langsung menjawab, “Oh sori ya, aku sedang memanggil anjingku. Uhm, namamu bukannya Rrirri? Bukan Yiyi, kan? Kenapa menyahut?” jawabnya tanpa berdosa. Apalagi ketika dilihatnya orang-orang di sekitar kami yang menyadari kelucuan dari kejadian itu pun jadi ikut-ikutan menertawakan diriku.

Akhirnya sepulang dari taman, aku yang sudah tidak kuat menahan sekian lama berbagai penderitaan dan penghinaan yang aku alami, ehem, sedikit didramatisir, kemudian mengadu dan protes kepada mama.

“Mama, kenapa sih Yiyi dulu waktu kecil nggak dipaksa suka makan pedas. Sekayang kayak begini nih jadinya. Hu hu hu…” aduku sambil menangis tersedu-sedu.

“Sayang, mama sudah pernah mencoba memeriksakan Riri ke dokter dulu sewaktu kecil. Kata dokter, ada kelainan ukuran lidah Riri yang membuat Riri jadinya cadel sampai sekarang. Jadi, itu bukan karena Riri nggak suka makan pedas kok.”

Aku masih cemberut tidak terima. “Oke deh, tapi teyus kenapa sih Yiyi kok dulu dikasih nama Yiyi. Ini benar-benar menyulitkan Yiyi sendiyi jadinya. Masa manggil nama sendiyi saja susah?!”

Mama sejenak menghela nafas. “Aduh maaf ya Ri, padahal mama dan papa dulu memberikan namamu itu karena ada artinya lho, nggak sembarangan. Jadi mana tahu kalau ternyata jadinya seperti ini sekarang,” mama jadi salah tingkah menghadapiku.

Seketika aku langsung menghentikan tangisku. Jujur, seumur-umur hingga aku duduk di bangku SMP waktu itu, aku belum tahu arti namaku sendiri itu apa.

Mama pun dengan lemah lembut mencoba menjelaskan apa yang dulu pernah menjadi harapannya dengan papa atas diriku, sekarang dan nanti. “Rina itu kalau dalam bahasa Jawa artinya hari, dan Martha itu artinya yang berkuasa. Karena papa dan mama dulu susah punya anak, sekalinya ada kamu, ya kami merasa seperti ada kekuasaan Tuhan yang tiba-tiba memberikan kamu kepada kami. Nah, apa iya sekarang kami atau kamu harus menyesali nama yang begitu punya arti itu?”

Aku jadi tertegun mendengarkannya. Jadi namaku bukan sembarangan ya artinya? Ah, aku jadi menyesal waktu itu jika mengingat sikap dan pikiranku selama ini.

“Sekarang ganti mama yang tanya, kenapa hayo kamu selalu minder dan malu sama kekurangan kamu? Padahal, banyak lho kelebihan yang kamu punya. Demi mama, demi papa, dan juga demi kamu sendiri, mau nggak mulai sekarang kamu percaya diri? Dianggap lewat saja deh kalau ada orang yang mengolok-olok kamu…”

Aku kembali cuma bisa terdiam. Ah, ternyata ketika aku belum menunjukkan kekuranganku yang cadel itu, Mama dan Papa sudah menumpukan sebuah harapan besar untukku. Lalu, mengapa aku malah mengecewakan mereka dengan keterpurukanku pada kekuranganku itu saja?

Lalu seperti sebuah tumbukan yang mengandung pegas, walah, kok jadi ngomongin fisika ya, aku kemudian melesat meninggalkan seorang Riri yang dulunya memang malu karena cadel, menjadi seorang Riri yang tidak takut lagi untuk malu karena cadel!

Lantas aku berpikir, ah, memang benar kok, sebetulnya banyak kan bidang lain yang tidak memerlukan kelihaian untuk berbicara? Toh, model iklan di video klipnya Letto di lagu Sebelum Cahaya itu juga malah bisu dan tuli kok. Tapi dia bisa jadi model.

Sejak itu mulailah aku mencari bidang-bidang yang bisa aku geluti, yang aku sukai, yang bisa aku jadikan sebagai ajang untuk mengejar prestasi, dan bisa menjadi kebanggaanku tentunya!

Nggak bisa nyanyi karena cadel? Ya kenapa nggak aku main musik saja dengan belajar piano atau biola? Nggak bisa main teater? Ya kenapa nggak aku membuat cerita atau menjadi script writernya saja? Dan berkat dorongan Mama yang sejak aku kecil mengikutsertakan aku ke les ini itu, kini sewaktu aku SMA, aku jadi punya banyak kelebihan yang yah… tentunya lumayan membuatku serta kedua orangtuaku menjadi bangga!

Terus apa hidup kemudian akan menjadi indah tentram sentosa selamanya untukku? Ah, ternyata belum juga! Buktinya tetanggaku yang bernama Nana itu, masih saja dan rasanya, makin giat untuk membuatku tidak hidup dengan tenang.

Ketika aku mampu menguasai sebuah keahlian, ia pasti akan ikut-ikutan menekuninya juga. Saat aku mengikuti lomba ini itu, ia juga kemudian akan membuntuti apa yang aku lakukan.

Kesal? Ada juga sih rasa seperti itu, jelas! Tapi di balik itu, entah kenapa ada rasa bangga yang terselip di antara rasa tidak mengenakkan yang ada. Ada rasa bangga yang membuat aku jadi tidak lagi pusing memikirkan apa yang harus aku lakukan agar ia bisa kalah dariku atau menyingkir untuk tidak lagi membuntutiku.

Dan lihat saja, ternyata Nana justru sering kelelahan untuk mencoba mengikuti keberagaman aktivitasku. Atau ketika kami ada dalam satu kompetisi, Nana sering kebingungan untuk menemukan cara agar bisa mengalahkanku.

Hingga suatu ketika, aku begitu kasihan melihat Nana yang tampak keletihan. “Na, bisa nggak sih kita bedamai saja? Jadi teman?”

Waktu itu, aku melihatnya terduduk lesu di sebuah taman setelah kami usai sama-sama mengikuti kompetisi lomba memasak yang kami ikuti di lingkungan perumahan tempat kami tinggal. Tentunya lagi-lagi, kali ini ia tidak bisa menang dariku meski aku pun cuma berhasil mencapai juara kedua di lomba itu.

Dengan sorot mata seperti biasa yang tidak bersahabat, Nana menatapku tajam. “Apa? Kalau aku berdamai dengan kamu, yang ada aku akan selalu jadi orang nomor dua yang dilihat oleh orang lain!”

Aku menggelengkan kepala tidak setuju. “Na, apa yang aku bilang ini bukannya bohongan lho. Kamu lebih cantik dayi pada aku. Meski aku juga cantik sih…” kataku sambil tersenyum.

“Kamu bisa nyanyi dengan suaya yang medu. Aku nggak bisa Na.”

Nana yang awalnya membuang muka, kini lalu mencoba menatapku.

“Kamu bisa akting bagus. Aku nggak bisa Na.”

Nana terdiam seakan mencoba merenungi ucapanku. Dan aku tidak ingin menyerah untuk meyakinkan Nana waktu itu. “Na, semua oyang punya kelebihan masing-masing kok. Jika kita jadi sahabat, kamu nggak akan dianggap sebagai oyang nomo dua.”

Aku lalu duduk di samping Nana mencoba menggenggam tangannya. “Na, masing-masing dayi kita akan jadi oyang nomo satu kok. Pada bidang yang bebeda tentunya. Kamu bisa jadi bintang di bidang nyanyi dan akting, aku bisa jadi bintang di bidang musik dan membuat ceyita teate.”

Nana mengeratkan genggaman tangannya. “Sori Ri, aku memang pecundang selama ini. Aku selalu iri dengan dirimu.”

Seperti akhir dari cerita-cerita yang selama ini ada, kami pun mengakhiri pertikaian kami dengan berpelukan tanda perdamaian. Ah… Teletubies sekali rasanya… Tapi yang jelas, sejak itu Nana tidak lagi memanggilku dengan kata Yiyi! Kan namaku Riri… Hehe… ini karena aku menuliskan cerita ini saja nih jadinya aku bisa menyebutkan namaku dengan benar…

Ponsel Idan

Oleh: Ika Maya Susanti

“Tampang cowok kamu memang keren sih… Kalau yang nggak tahu, mungkin barangkali dikiranya model! Tapi, aduh….” Elis mengelus keningnya berkali-kali.

Manda jadi bingung sendiri. “Kenapa Lis? Emangnya Idan kenapa? Kok kamu jadi ngelus-elus kening begitu? Emangnya Idan bisa bikin kening jadi gatel ya?” celutuk Manda sambil mengerdip-kerdipkan mata. Sebetulnya Manda tahu arah pembicaraan Elis. Namun sekali lagi, untuk kali ini Manda masih mencoba bersikap tenang.

“Ponselnya itu lho! Ih, cakep-cakep kok pakai ponsel jadul?!” ekspresi wajah Elis terlihat mengejek dengan bentuk bibirnya yang mengerucut lama sembari menyebut kata jadul.

“Eh udah, ngomong jadul ya jadul. Tapi nggak usah sampai monyong lama begitu dong,” tangan Manda mencoba menangkup bibir Elis karena gemas yang namun segera ditepis oleh Elis.

“Iih… apaan sih! Serius nih! Iya tuh Nda, bisa nggak sih kamu rubah penampilan jadul si Idan, cowokmu itu?!” protes Elis tak ada habis-habisnya.

Manda masih senyum dengan manisnya menanggapi protes dari Elis. “Aduh, kamu itu kenapa sih?! Orang Idan yang punya ponsel saja nggak ada masalah. Aku juga yang jadi pacarnya nggak kerasa keganggu tuh. Terus kenapa kamu jadi sibuk sendiri? Ah udah deh, aku mau pulang dulu. Udah ditunggu sama Idan tuh. Daagh…” Manda lalu berlalu sambil melambai ke arah Elis. Menurutnya jika ia terus-terusan ada di situ, pastinya Elis tidak akan ada habis-habisnya memprotes ponsel milik Idan.

Namun ucapan Elis mau tak mau mengganggu pikiran dan perasaan Manda. Manda memang pernah bertanya padda Idan. Namun ia tidak pernah mendapat jawaban jujur dari pacarnya tersebut. Dan saat sedang bersama Idan, Manda pun jadi penasaran untuk menanyakan masalah tentang ponsel milik pacarnya itu.

“Dan, kenapa sih kamu nggak ganti ponsel? Itu ponsel kan udah jadul banget. Aku jadi penasaran! Udah gitu, banyak banget tuh aspirasi dari teman-teman yang disampaikan ke aku melulu,” tanya Manda suatu ketika di akhir setumpuk rasa penasaran dari dirinya dan juga setumpuk kecapekan telinganya mendengar aspirasi dari teman-temannya.

Idan malah menggenggam ponselnya sambil ditunjukkan ke arah Manda. “Kamu tahu nggak Nda, ponsel ini tuh tahan banting. Untuk ngelempar anjing yang lagi rese juga bisa. Mantap beneran tuh kalau sampai kena! Dan kayaknya, mungkin nggak akan rusak kali buat ngelempar anjing rese!” jelas Idan sambil terkekeh.

Manda lalu mencubit lengan Idan dengan gemas. “Iiih…. aku serius nih! Awalnya sih aku nggak apa-apa. Tapi karena banyak banget orang yang protes lewat kupingku, akhirnya aku jadi penasaran juga nih!”

Idan lalu menggenggam tangan Manda. Sambil tersenyum, ditatapnya wajah Manda dalam-dalam. “Kamu lagi serius ya Nda. Kalau begitu aku nawar lima rius deh. Hehe… Sekarang aku ganti tanya, kamu malu ya Nda kalau punya cowok pakai ponsel jadul?” Nada suara Idan jadi ikut-ikutan benar-benar serius, membuat Manda jadi kikuk ditanya seperti itu.

“Nda, ponsel ini sangat dalam arti sejarahnya buat aku. Waktu itu ayahku hanya mampu membelikan ponsel ini ketika aku merengek-rengek ingin punya ponsel seperti teman-temanku. Pas aku jalan sama ayah habis pulang dari beli ponsel, ayahku diserempet orang sampai jatuh dan…” Idan tidak bisa meneruskan kata-katanya karena kemudian ia hanya bisa menunduk.

Manda memeluk Idan erat. “Kenapa kamu nggak pernah cerita tentang itu, Dan?” ujar Manda yang jadi merasa bersalah.

Idan melepas pelukan Manda. “Itu kenangan yang membuat aku selalu cengeng saat mengingatnya, Nda. Apalagi kalau harus cerita. Jadinya bikin aku harus menangis seperti ini. Hehe, jangan ketawa ya kalau lihat aku nangis. Ah, padahal aku ini kan cowok!” sambil malu-malu, Idan menyeka air matanya.

“Aku nggak akan ketawa kok, Dan. Tapi cuma tersenyum. Lihat nih!” Manda tersenyum semanis-manisnya untuk Idan. “Kamu tahu kan Dan, aku selalu menerima kekurangan kamu?”

“Makasih Nda. Oh iya, satu lagi. Keteguhan hatiku menjaga ponsel jadul ini juga bukti kalau aku ini tipe setia lho! Setia sama pemberian ayah, setia sama ponsel ini, dan juga mencoba setia sama kamu. Pokoknya aku ini cowok yang setia kok!” celoteh Idan yang membuat Manda tak tahan untuk memeluk Idan lagi.

“Aku juga nggak akan mudah melepas cowok seperti kamu kok, Dan! Seperti kamu yang nggak mudah melepas ponsel milikmu itu!” tekad Manda dalam hati.

Hujan

Category: Cerita Remaja


Hujan


Oleh: Ika Maya Susanti

“Saya suka kamu!”

Hening. Satu, dua, tiga, hingga berapa detik pun berlalu dengan hitungan yang hampir bersamaan di masing-masing hati Opik dan Indah. Tolehan kepala yang bersamaan membuat kedua wajah mereka bersemu merah. Lalu, masing-masing kepala itu kembali terpekur menatap sepatu masing-masing.

Sepatuku masih sama, pikir Opik. Dan ia pun lalu menatap langit yang ternyata sudah berubah sejak terakhir ia memandangnya. Sebelumnya penuh berawan putih. Namun, kini telah berubah menjadi hitam pekat menggantung. Cuaca Batam memang selalu tak menentu, batin Opik.

“Oke deh, aku pulang sekarang.”

“Nggak perlu jawabannya sekarang kan?”

Opik menggeleng sambil tersenyum. Tubuhnya setengah melompat dari posisi duduknya. Lalu berjalan menyeberangi halaman kampus. Ketika kakinya menginjakkan area pejalan kaki yang beratap, hujan lalu turun cepat menderu. Sampai di ujung area pejalan kaki, hujan makin menjadi. Ia tak siap dengan jas hujan karena berpikir pastinya hari yang cerah di pagi hari tidak mengundang hujan di sore harinya. Meski ketika hujan seperti sekarang ini pun ia lalu kembali tersadar, bahwa Batam tak pernah mengenal cuaca.

Sedia payung sebelum hujan? “Huh, pantang! Nggak banget deh kalau cowok pakai payung ke mana-mana! Apalagi dengan versi warna kembang-kembang atau yang ngejreng seperti pink, kuning, atau biru! Hitam? Emangnya mau ngelayat?” selalu itu yang ia rutuki jika sedikit saja terbersit kata payung saat hujan menjebaknya seperti sekarang.

Kos tempat Opik tinggal berada di seberang kampus. Jika menyeberangi jalan dua arah, ia tinggal menuruni tanah setapak yang menurun dan menghubungkan jalan besar dengan perumahan tempat kosnya berada. Namun jika hujan begini, jangan harap untuk mencoba jalan setapak itu. Karena yang ada justru kegiatan land skating, pengganti ice skating, yang bisa menuntutnya. Sudahlah menurun, tanah merah itupun akan nampak belikat dan licin dipijak.

Berjalan memutar! Sepertinya tiada solusi lain yang bisa ia miliki saat hujan yang deras dan langit yang sepertinya tak jua memudar pekat hitamnya. “Nggak ada salahnya bukan mencoba sesuatu yang berbeda sekali-sekali. Biar makin lengkap sudah keunikan hari ini!” pikir Opik.

Saat Opik memutuskan menerobos hujan, berjalan menyeberang jalan, tanpa payung atau jas hujan, seseorang yang berdiri di tepi Opik seketika bernafas lega. Cukup lumayan sudah ia berharap sesuatu yang sepertinya mustahil, ada orang di sekitarnya yang sudi memberikan sedikti tempat untuk menyelamatkan sepatu sneakernya yang basah tersiram hujan, di tengah hujan deras yang siapapun pasti berpikir normal untuk berteduh. Dan ketika Opik pergi, ia seperti melihat sebuah keajaiban tiba-tiba terjadi.

Namun hanya ia sendiri yang tak berpikir seperti kebanyakan orang yang menujukan tatapannya ke arah tubuh Opik. Hujan deras, main hujan-hujanan, pasti bukan orang waras! Batin banyak orang kompak. Tapi seperti tahu jika dirinya sedang menjadi pembicaraan batin banyak orang, Opik lalu mengedarkan pandangannya. Tersenyum!

“Benar-benar anak yang kurang waras!”

“Eh, bukannya itu kawan engkau?”

“Iya, satu kos aku. Ah, biar sajalah dia berulah. Tinggal aku lihat lah bagaimana ia terkapar nanti di kamar,” sahut yang lain.

Opik jelas tidak mendengar. Ia asyik berjalan santai, tidak terburu-buru, dan begitu menikmati tetesan-tetesan besar hujan yang menerpa kepala hingga tubuhnya.

Opik rindu bermain dengan hujan. Ia ingat pertama kali ketika memutuskan bermain dengan hujan, saat berada di rumah mbahnya yang ada di Lamongan. Ada sebuah tambak di depan rumah mbahnya. Setiap kali hujan, orang pun banyak keluar rumah bak merayakan sebuah pesta besar. Dari anak kecil, hingga mbah-mbah! Bekal mereka bisa dua macam, satu sachet sampo, atau sebungkus sabun padat.

Versi pertama, tambak menjadi tujuan awal bagi mereka yang baru saja keluar rumah. Usai berenang sepuasnya, giliran membilas badan yang dilakukan di bawah guyuran air hujan. Bersih, pulang, membilas lagi, dan tinggal menikmati berbagai jajanan gorengan yang jadi ciri khas hampir setiap rumah.

Versi ke dua, jalan-jalan dulu sepuas-puasnya berkeliling kampung menikmati siraman hujan. Syukur-syukur acara keliling ini bisa sekalian menjemput teman-teman lain yang pastinya kebanyakan akan memutuskan turut serta keluar rumah. Jika massa sudah terkumpul banyak, waktunya sesi bermain di dalam tambak. Adu renang, menggoda kelompok lain, atau sekedar berdiam diri di tepian. Bilasnya dilakukan di rumah masing-masing, atau di dalam tambak itu juga.

Dan mereka semua tidaklah pernah menyiarkan kabar jika si A sakit usai bermain hujan-hujanan. Atau, Si B masuk rumah sakit karena demam akut. Semuanya selamat, semuanya senang, dan semuanya menganggap itu sebagai ritual tradisi.

Kini, Opik mengulang kenangannya, dengan optimisme jika ia pastinya tidak akan sakit akibat kehujanan. Lamunannya akan tanah nenek moyangnya pun membuatnya tak sadar jika ia sudah berada di depan pagar kos tempatnya tinggal.

Meski ia optimis tidak akan sakit, namun tetap saja ia ingat petuah sang ibu. “Masak air panas buat mandi jika habis kena hujan. Biar tak sakit dan menggigil engkau setelahnya!” Dan petuah itu ia turuti dengan patuh kini.

Namun, optimisme Opik mulai mengikis ketika dirasanya sedikit rasa tidak mengenakkan menyerang di bagian kepalanya. “Walah, petuah ibu pun sudah kuturuti. Kenapa pula kepala ini masih terasa pening?” desah Opik.

Jurus kedua lalu ia lakukan. Membuat secangkir minuman coklat panas, campur kopi seujung sendok. Lumayan, jurus itu agak meredakan peningnya. “Hm, mungkin jika petuah ibu dan minuman ini tidak aku minum, entah apa pula ya rasa badan ini?”

“Kenapa Pik?” Bagus membuka pintu kamar Opik dengan kepala yang hanya menyembul.

“Entahlah ini, agak tak beres badan rasanya!” senyum Opik sedikit menyengir.

“Itulah engkau ini, buat sensasi tak jelas di waktu hujan deras. Kesambet apa kau pulang dari kampus tadi?”

“Ah, tak ada lah. Hanya ingin suasana beda saja!”

Bagus paling hapal dengan Opik, tentang kebiasaannya yang tak bisa mudah untuk dikalahkan bantahannya. Dan akhirnya, Bagus memilih pergi dari kamar Opik sambil menggeleng-gelengkan kepala.

Opik mengambil sarungnya, memilih tidur bergaya udang melingkar, dan lalu memejamkan mata dengan senyum mengembang.

“Drt… drt…” nada getar di ponsel Opik yang dinonaktifkan suaranya membuat mata Opik kembali terjaga. Telepon dari Indah, dan ia memutuskan untuk menerimanya.

“Pik, maaf ya tadi aku nggak langsung jawab. Kamu marah ya? Uhm, tadi kok sampai aku lihat kamu hujan-hujanan begitu.”

“Hehehe…” Opik terkekeh. Itulah yang ia suka dari Indah, selalu memberinya perhatian di saat yang tepat.

“Pik, beneran deh aku minta maaf. Sulit lah Pik buat jawab. Engkau itu sudah aku anggap sebagai teman yang dekat sekali. Sampai tak bisa lah dibilang ada rasa spesial.”

“Hm…” Opik cuma mengeluarkan suara deheman panjang.

“Eh, hei, kamu sakit ya? Dari tadi kok tak seberapa ada suara begitu?”

“Ah, biasalah ini Ndah! Akibat lama nggak main hujan-hujanan!”

“Uhm… nggak gara-gara aku nggak jawab?”

“Hahaha… tak sampai gitu lah Ndah! Cuma ingin suasana unik dan beda saja hari ini. Bisa menyatakan rasa suka ke kamu, main hujan-hujanan setelah lama tak pernah main hujan, yah… ingin hari yang beda saja!”

“Jadi, nggak usah langsung aku jawab, uhm… nggak apa-apa kan?”

“Hahaha, emangnya aku tadi tanya apa? Aku cuma bilang suka. Nggak nanya apa-apa kan?”

Lama tak ada suara dari Indah.

“Halo… halo…”

“Lha, terus maksudnya apa sih Pik? Wah, aku yang udah kege-eran ya?”

“Ah sudahlah, kita bicarakan lagi besok kalau ketemu di kampus yah? Oke?” Opik ingin menyudahi teleponnya.

“Oke.”

Usai telepon terputus, Opik tersenyum. Tiba-tiba rasa nyeri di kepalanya hilang, dan tubuhnya merasakan hangat yang menjalar. “Hari ini aku puas!” cetusnya dan kembali meneruskan tidur gaya udangnya. Ternyata ramalan bintang yang tadi sempat dibacanya, yang selama ini selalu tak pernah ia percaya, justru jadi inspirasinya hari ini. Cobalah sesuatu yang unik!

Kisah nyata seorang akhwat

Kapan waktuku tiba?

“Assalamualaikum, Undangan Pernikahan, Ahad…..2007, pukul…., jazakumullah, Fulanah & Fulan.”
Begitu kira-kira isi sms yang ana (saya) terima baru-baru ini dari seorang akhwat teman ana, yang tinggal di seberang lautan sana. Rasa gembira muncul saat menerima berita gembira itu. Tapi dalam hati jujur saja, ada juga keinginan untuk merasakan berbagai “rasa” menjelang detik-detik pernikahan itu. Meski sudah ingin tapi ana masih bingung, karena kadang merasa belum siap, dan masih terbebani untuk menyelesaikan skripsi. Di saat banyak akhwat lain yang telah mendekati usia tidak muda lagi namun masih dalam kesendirian, ana malah berbingung ria memikirkan “proposal” yang ditawarkan oleh para ummahat(ibu-ibu) yang berprofesi sebagai comblang di kota ana.
Beberapa waktu yang lalu teman dekat ana bercerita dengan wajah sumringah, bahwa ia baru saja ditawari ikhwan oleh salah satu ummahat. Kebetulan orang tua ikhwan itu ingin dapat menantu yang satu suku dengan mereka. Karena itulah teman ana yang satu suku dengan ikhwan ini yang ditawari proposal ini oleh seorang ummahat. Waktu mendengar penuturan teman ana cuma bisa tersenyum hambar. Bukan karena ana cemburu kenapa hanya dia yang ditawari, tapi lebih….lebih karena ana sendiri masih dalam masa “hampa”dari keinginan untuk menikah. Memang beberapa waktu yang lalu semangat ana sempat memuncak untuk menikah. Tapi kemudian turun naik turun lalu naik lagi. Di saat keinginan sedang naik tersebut, ana sempat kecewa dengan ikhwan-ikhwan di kota ana, kenapa tak satu pun yang berminat untuk menikah. Agar pembaca maklumi, karena manhaj salaf baru dikenal di kota ana, sehingga ikhwah-nya pun masih sedikit. Proposal sudah ana ajukan ke beberapa ummahat, tapi belum satu pun yang di “ACC”. Kabarnya sebenarnya banyak ikhwan yang ingin nikah, tapi belum berani proses karena belum punya ma’isyah.(pekerjaan)
Akhirnya ana pun memutuskan menerima proposal dari seorang ikhwan yang tinggal di seberang lautan sana dengan perantara sepupu ana yang tinggal sekota dengan ikhwan tersebut. Berbekal istikharah ana melaksanakan proses taarufdalam hitungan tak sampai dua bulan, dan ikhwan tersebut akhirnya datang ke rumah ana untuk nazhar (melihat). Pada ummi (ibu) ana katakan ada teman laki-laki yang akan datang bersilaturahmi. Ummi dengan kecemasan yang sangat, akhirnya menyampaikan berita ini ke abi. Dan sungguh di luar dugaan kami berdua, ternyata abi menyambutnya dengan suka cita. Mungkin karena selama ini tidak pernak ada cowok yang datang ke rumah untuk menemani ana (baca:pacar), sehingga rasa bahagia menyeruak pada diri abi saat ummi menyatakan hal ini. Bahkan, dari jauh-jauh hari abi sudah berniat membelikan oleh-oleh pulang untuk ikhwan ini, karena dia datang dari kota yang jauh. Ana sempat terheran-heran oleh sikap abi, karena di awal ana meniti manhaj salaf, abi yang paling keras menentang ana. Bahakan beliau sempat mengancam akan mengusir dan melukai laki-laki yang berpenampilan nyunnah alias berjenggot, celana non isbal (di atas mata kaki), berjubah dan berpeci, dan akhwat yang bercadar datang ke rumah. Tapi alhamdulillah ternyata abi tidak berbuat senekad itu. Malah saat ikhwan tersebut sudah sampai di rumah abi lah yang sangat bersemangat menyambut dan menjamunya. Kebalikan dari ummi ana yang ternyata malah bertolak belakang dengan abi dalam menyambut ikhwan tersebut.
Tapi qadarullah (takdir Allah) nazhar tersebut tidak berlanjut sampai ke pelaminan, karena ada beberapa hal dalam diri ikhwan ini yang ana anggap fatal, terutama dalam ilmu din-nya yaitu dalam fikih dakwah. Abi pun berpendapat ada kekurangan dari diri ikhwan tersebut dalam hal sifat yang dirasa abi tidak akan bisa cocok dengan ana. Begitu pula ummi yang tidak menyukai ikhwan tersebut dalam hal penampilan saat pertemuan pertama. Mudah-mudahan hal ini dapat dijadikan pelajaran bagi tiap ikhwan yang akan datang PDKT pada camer, agar dapat memahami situasi dan kondisi yang ada, memahami sifat dan karakter camer dan jangan “asbak” asal tembak saja dalam berdakwah pada camer. Penampilan yang rapi dan bersih pun, akan menjadi nilai positif di mata camer. Ya berbagi pengalaman saja.
Setelah kegagalan tersebut, ana berniat hanya akan berkonsentrasi untuk mengerjakan skripsi ana yang terbengkalai, sehingga ana menolak beberapa proposal yang masuk. Itulah hati manusia memang mudah terbolak-balik. Di saat ingin menikah tidak ada proposal yang menghampiri. Di saat feeling (rasa) itu lenyap, runtutan proposaldatang seolah-olah mengejek ana. Ana, entah mengapa, semenjak kegagalan taaruf pertama, tidak berminat lagi menikah saat kuliah. Pikiran-pikiran buruk terus menghantui ana. Ana takut tidak bisa menjalani dua tugas berat sekaligus, menjadi istri dan mahasiswi.
Dalam hal ini ana memang berbeda dengan teman ana yang di wilayah Indonesia Tengah. Meskipun ia lebih muda dari ana dan dengan masa kuliah yang insyaaalah masih akan selesai 2-3 tahun lagi, tapi ia sangat gigih memperjuangkan pernikahannya. Akhwat ini sering menasihati ana tentang fadhilah (keutamaan) pernikahan, walaupun seiring perkuliahan. Mungkin juga dia ada benarnya, tapi keraguan masih berputar-putar di benak ana.
Kadang ana menilai diri ini “tidak tahu diri”, karena di saat banyak akhwat yang hampir mendekati usia senja sedang menanti-nantikan pujaan hati datang melamarnya, ana malah menyia-nyiakan kesempatan untuk menikah di usia muda ini. Padahal orang tua ana sudah memberikan lampu hijau bagi ana untuk menikah denganlaki-laki yang bertitel ikhwan berikut ‘atribut” yang ada.
Tapi…lagi-lagi keraguan datang. Sudah setahun lebih ana berkutat dengan skripsi ana, sampai datang kenyataan bahwa ana harus mulai dari awal lagi, karena judul skripsi ana menjadi perdebatan di kalangan dosen. Ana mengalah, ana tidak mau mengambil resiko dengan mencari ribut dengan para dosen, sehingga ana memutuskan mencari judul baru yang bertolakbelakang dari judul ana sebelumnya. Jadi, mau tak mau ana harusmemulai perjuangan baru lagi perihal skripsi ini sementara orang tua ana dengan harap-harap cemas menanti gelar sarjana yang akan nempel di belakang nama ana. Apakah kelak ana bisa menyeimbangkan tugas sebagai istri dan mahasiswi secara bersamaan jika ana nikah sambil kuliah?
Begitulah keraguan masih saja menggelayut dalam benak ana.

Sementara itu lain lagi masalah yang dihadapi teman ana. Seorang akhwat yang berada tidak jauh dari ujung timur Indonesia sekarang sedang menanti ikhwan yang sekufu dengannya datang melamar. Beragam ikhwan telah mengajukan proposal, tapi tidak ada yang berkenan di hatinya. Ataukah engkau yaa ukhtiku, masih mengharapkan sang ikhwan yang telah sekian lama menancapkan panah asmaranya tepat di hatimu? Mudah-mudahan Allah memudahkan urusanmu agar engkau segera berlepas diri dari fitnah hati yang terus menerus menghantuimu…
Seorang teman lagi dia akan menikah dalam waktu dekat. Ia bercerita bahwa sang ikhwan –calon suaminya- langsung datang ke rumahnya dan langsung melamar, tanpa ia tahu dari mana si ikhwan kenal dia. Ya, lagi-lagi, masukan ana dapatkan dari akhwat ini, “Jangan terlalu berlebih-lebihan cari jodoh. Jodoh itu nggak tahu kapan datangnya. Contohnya saja ana, ikhwannya langsung datang ke rumah tanpa perlu dicari-cari!” seloroh teman saat ana bercerita bahwa ana ingin menikah. Ya mungkin iya bagi dia. Allah telah memudahkan urusannya dalam hal jodoh. Tapi bagaimana dengan yang lain? Jalan mencari jodoh tiap orang berbeda-beda. Contohnya kasus seorang akhwat yang berkali-kali taaruf, tapi gagal selalu karena ikhwannya mendambakan kelebihan dari segi fisik pada diri calon istrinya. Mudah-mudahan Allah menganugerahkan pahala yang berlipat ganda atas kesabaranmu yaa ukhti…


Mungkin sekilas, kisah yang ana hadirkan untuk pembaca ini, seperti kisah fiktif yang sering beredar di pasaran sebagai ‘novel islami’. Tapi kisah ini adalah nyata ana alami, berikut dengan kisah-kisah teman-teman ana yang tersebar di berbagai kota. Ana sekarang, masih dalam tahap kebimbangan perihal proposal nikah ini. Apakah ana harus menerimanya, ataukah ana menunggu skripsi ana kelar? Karena, orang tua ana sangat mengharapkan ana meraih gelar sarjana –kalau bisa- sebelum menikah.
Menimbang mudharat (keburukan) dan mashlahat (kebaikan) yang akan timbul, maka ana masih berbingung ria menghadapi masalah ini. Adakah nasihat untuk ana? Sekarang ana masih menanti dan menanti. Kapan waktuku tiba…? (Ummu Syafiq)
Saya menyatakan bahwa cerita ini benar-benar kisah nyata tanpa ada rekayasa
Ttd
(Deasy Novriana-Ummu Syafiq)